Pertemuan Singkat

Kukuruyukkk
Suara ayam membangunkan tidurku. Sebenarnya itu bukan suara ayam sungguhan, melainkan suara alarmku. Kubuka jendela, kutatap langit biru berselimutkan awan putih yang lembut, kuhirup dalam-dalam udara segar, pelan-pelan semilir angin meniup rambutku dan korden jendela kamar yang terletak di lantai 2 ini.

Ini hari pertama aku berada di villa milik ayahku. Sepertinya, aku akan menghabiskan liburan kelulusan SMAku di sini. Aku di sini bersama Ayah, Ibu dan adikku. Kurasa di sini aku akan tenang karena aku bebas dari polusi udara dan keramaian kota. Ya! Tentu saja di sini aku juga tidak bertemu dengan kakakku Noni yang cerewet dan selalu sok tahu soal cinta karena dia sibuk kuliah. Dia selalu menasehatiku soal cinta karena memang aku sering salah memilih dalam cinta dan akhirnya patah hati.

“Rayya… Sarapan dulu!!” Panggil ibuku dari lantai bawah
“Iya ibu sebentar ya” jawabku sambil bercermin merapikan rambutku dan membersihkan wajahku. Aku segera membuka pintu kamar dan menuruni tangga. Kami pun makan bersama. Selesai makan aku kembali ke kamar untuk mengambil dan memakai jaket.
“Yah, Bu. Rayya boleh jalan-jalan di sekitar sini kan?” izinku pada ayah dan ibu
“Iya boleh..”
“Tapi hati-hati ya” kata ayah dan ibu bersamaan
“Aldo boleh ikut nggak, kak?” sahut adikku
“Nggak boleh ya, dik. Kapan-kapan aja ikutnya hehehehe” kataku sambil meringis

Aku pun keluar dari villa yang menghadap ke arah utara ini. Jalan di villa ini belum diaspal dan masih banyak batu kecil bertebaran di jalan. Tapi di sini sangat sejuk karena banyak pepohonan. Sebelumnya aku belum pernah jalan-jalan di sekitar sini. Jadi, aku sedikit bingung.
“Hmm.. Jalan ke arah barat apa timur ya?” tanyaku dalam hati
“Timur aja deh kalau barat malah menuju jalan raya” jawabku sendiri

Pelan-pelan aku berjalan ke arah timur. Kulihat kanan kiri sepanjang jalan kawasan villa ini. Sepi.. Sangat sepi, yang ada hanya mobil yang parkir di depan beberapa villa. Mungkin pemilik villanya sibuk di dalam rumah.

Aku terus berjalan menyusuri kawasan ini. Akhirnya, aku berhenti karena aku sudah berada di villa yang terletak di paling ujung.
“Hei!”
Aku menoleh terkejut karena ada yang menepuk pundak kananku dan memanggilku, seketika leherku merinding.
“Ka.. kamu siapa?” tanyaku gugup
“Kenalin aku Reihan, panggil aja Rei. Kamu pasti lagi liburan di sini ya? Namamu siapa?” jawabnya
“I, iya. Aku Rayya. Kamu tinggil di villa sini?” tanyaku lagi
“Iya. Itu villaku” ucapnya sambil menunjuk villa bercat putih yang terdapat mobil merah di depannya yang terletak di selatan jalan.
Aku hanya mengangguk dan membulatkan mulutku membentuk huruf O.
“Jalan-jalan bareng yuk?” ajaknya
“Hmm boleh. Ke mana?” tanyaku
“Ke situ lurus aja terus, di sana ada taman sama danau kok” jawabnya sambil menunjuk jalan setapak di sebelah villa paling ujung.

Aku dan Rei langsung berjalan bersama, mengobrol, dan bercanda. Tapi entah mengapa aku masih merasa merinding, mungkin karena udara di sini memang dingin. Benar saja, di sini ada taman dan danau. Rei memetik salah satu bunga dan meletakkannya di atas telinga kananku.
“Aaaa Rei kamu kok romantis sih berasa di negeri dongeng nih jadinya” candaku
“Hehehe biasa aja kok” ucap Rei sambil tersenyum
Aku mengorek saku celanaku untuk mengambil handphoneku. Ternyata, handphoneku tidak kubawa.
“Cari apa sih?” tanya Rei penasaran
“Handphone Rei. Aku pengen foto-foto di sini pemandangannya indah banget sih. Sayangnya handphoneku ketinggalan” jawabku dengan muka kecewa
“Ya udah gak apa-apa kali, besok kan masih bisa ke sini. Besok kita jalan-jalan ke sini lagi deh”
“Beneran Rei??”
“Iya bener Rayya”

Karena hampir 30 menit aku berjalan-jalan, aku memutuskan untuk kembali ke villa. Ketika sampai di jalan depan villa Rei, Rei berjalan meninggalkanku dan tersenyum padaku.

Sesampainya di villa, aku langsung masuk kamar, aku mengambil buku diary kecil yang selalu aku bawa ke mana-mana di tasku. Aku menulis curahan hatiku tentang pagi hari ini bersama Rei
Isinya

“Dear diary…
Hari ini sangat indah.
Aku benar-benar menemukan sosok yg berbeda. Entah mengapa walaupun baru sekali aku bertemu Rei aku merasa sangat nyaman dengannya. Dia sosok yang baik dan polos. Aku berharap bisa mengenalnya lebih dekat”

Aku baru teringat. Ternyata bunga yang diberikan Rei di telingaku belum aku ambil. Aku pun mengambil bunga itu dan meletakkannya di atas kertas diary yang bertuliskan curahan hatiku hari ini. Aku merebahkan badanku di kasur dan memeluk buku diaryku sambil tersenyum menatap langit-langit kamarku, aku mengingat kembali wajah dan senyum Rei. Ohh.. Benar-benar tampan seperti pangeran.

Hari berikutnya. Setelah bangun tidur aku langsung mandi, supaya aku bisa jalan-jalan lebih lama. Aku keluar dari villa, alangkah terkejutnya aku melihat Rei sudah berada di depan villaku.
“Rei kamu kok tau villaku sih?”
“Tau dong. Hebat kan?”
“Iya hebat banget deh”
“Handphonenya nggak ketinggalan lagi kan?”
“Enggak dong Rei”

Aku langsung berjalan bersama Rei, kami saling berbagi tentang cerita kami masing-masing. Dia benar-benar membuatku sangat nyaman. Sampai di taman, aku dan Rei berfoto-foto ria, sekitar 20 foto yang aku dapatkan bersama Rei. Di taman, aku dan Rei juga bercanda dan berkejar-kejaran. Tiba-tiba saja Rei menyuruhku untuk memajamkan mata, aku penasaran apa yang akan dilakukan Rei, ketika Rei menyuruhku untuk membuka mataku ternyata ia memasangkan kalung yang terbuat dari rangkaian bunga di leherku. Aku tidak tahu dari mana Rei mendapatkan kalung itu, yang pasti aku sangat senang dengan pemberian Rei. Setelah itu, aku berfoto dengan memakai kalung rangkaian bunga yang diberi Rei itu.

“Rayya ke situ yuk!” ajak Rei sambil menunjuk tepi danau
“Ayo ayo” sahutku sambil mengangguk-angguk

Di tepi danau, Rei duduk di sebelah kananku. Rei melempar batu kecil ke danau dan terdiam tidak mengucapkan sepatah kata pun di sini. Tanpa sengaja, tangan kananku menyentuh tangan kiri Rei.
“Rei tanganmu kok dingin banget? Kamu sakit ya?” tanyaku cemas
“Mmm.. enggak kok” jawabnya sambil tersenyum
Sesekali aku menengok jam di handphoneku, tanpa kusadari ternyata sudah 1 jam lebih aku meninggalkan villa. Aku memutuskan untuk pulang, tetapi Rei tidak ingin pulang dan masih ingin di tepi danau. Rei mengajakku untuk berjalan-jalan lagi nanti sore, aku menyetujui ajakan Rei. Di perjalanan pulang aku baru tersadar kalung rangkaian bunga yang dipakaikan Rei tidak ada, mungkin saja putus di jalan.

Sampai di villa, aku duduk di ruang tamu villaku ini. Aku membuka galeri foto handphoneku, kulihat foto-fotoku bersama Rei, itu membuatku tersenyum-senyum sendiri. Ada pose yang paling kusukai saat foto bersama Rei, yaitu pose saat Rei mengacak-acak rambutku, aku pun menjadikan foto itu sebagai wallpaper handphone.

“Hayoo senyum-senyum sendiri!” canda ibuku yang tiba-tiba duduk di sampingku
“Ciye kak Rayya lagi jatuh cinta ya?” sahut adikku
“Ih ibu sama aldo apaan sih” ucapku dengan tersipu malu
“Jujur dong kak. Kan kakak orangnya tukang jatuh cinta tuh” ejek adikku
“Aldo apaan sih anak SD aja sok tahu banget” ujarku sambil mencubit gemas pipi adikku
“Ngomong sama ibu dong Rayya jatuh cinta sama siapa” kata ibuku dengan tersenyum
“Enggak bu, Rayya enggak lagi jatuh cinta kok. Ini lhooo Rayya baca cerita temen Rayya di sms lucu banget jadinya Rayya senyum-senyum sendiri deh” jelasku dengan terpaksa berbohong

Seiring berjalannya waktu, sore pun tiba. Aku bergegas merapikan penampilanku dan keluar dari villa. Lagi lagi, Rei sudah berada di depan villaku. Aku jadi heran dengannya mengapa dia selalu datang tepat waktu, dia bilang dia tidak ingin membuatku menunggu.

Langit terlihat mendung dan dipenuhi awan hitam. Sepertinya, sebentar lagi hujan akan turun. Rei pun mengajakku ke villanya. Saat aku masuk ke ruang tamu villanya, kutatap sekeliling ruang tamu yang sangat rapi dan bersih itu. Aku mendekati meja kecil yang berada di sudut ruang tamu itu dan mengambil salah satu foto 4 orang memakai batik yang bingkainya paling besar di meja itu.

“Rei ini foto siapa aja?”
“Itu foto keluargaku. Itu ayah, ibu, aku dan kakakku. Oh iya aku bikinin minum dulu ya”
“Oke Rei”

Saat Rei di dapur, aku sendirian di ruang tamu, entah mengapa aku menggigil kedinginan di sini. Beberapa saat kemudian, Rei datang dengan membawa 2 gelas teh hangat, dia pun memberikan 1 gelasnya untukku.

“Rei rumahmu kok dingin banget ya” kataku sambil melipat tanganku karena kedinginan
“Tuh ACnya aja nyala” ujarnya sambil menunjuk AC yang berada di dinding atasku
“Oh iya” sahutku singkat

Dalam hati aku bergumam, ketika tadi aku masuk villa ini tidak ada AC yang kulihat di ruang tamu ini. Tapi mungkin memang aku kurang teliti atau tidak sadar jika ada AC. Aku pun meminum teh yang diberi oleh Rei.

“Rei, kamu udah kuliah atau masih sekolah sih?”
“Aku udah kuliah baru semester 3, jurusannya ilmu komputer di Universitas X. Kalo kamu?”
“Aku baru aja lulus SMA nih rencananya mau ngelanjutin di Universitas Y jurusannya ilmu gizi. Jadi harusnya aku panggil kamu Kak Rei dong?”
“Wah bagus dong semoga diterima ya. Ah enggak, panggil Rei aja gak apa-apa kali”
“Iya deh Kak Rei, eh maksudnya Rei. Ini kok kayaknya nggak jadi hujan ya aku pulang dulu ya?”
“Mau aku anter Rayya?”
“Enggak usah makasih hehe”

“Ciye Rayya kok sekarang hobi banget jalan-jalan ya” kata ayah yang sedang membaca koran di teras villa
“Kan biar sehat yah” sahutku dengan tersenyum lebar dan duduk mendekati ayah
“Kok senyumnya seneng banget gitu ada apa sih?” tanya ayahku
“Emm.. ehh.. kan abis jalan-jalan jadinya seger terus jadinya seneng deh. Yah, aku masuk dulu ya” jawabku dengan alasan sedikit tidak nyambung dan langsung masuk ke dalam villa.

Aku menghampiri adikku yang sedang menonton tv dan mengemil keripik singkong. Aku ikut mengemil singkong yang dibawa adikku. Belum selesai aku menguyah makanan, kata-kata adikku sangat mengejutkanku.
“Kak Noni mau ke sini loh, Kak”
“Apa Do? Tolong ulangi sekali lagi”
“Kak Noni mau ke sini, tapi nggak tau kapan Kak”
Aku batuk tersendak. Rasanya aku kejatuhan bulan dan disambar petir mendengar kata-kata itu. Jika Kak Noni ke sini pasti dia cerewet dan sok tahu, aku tidak dibolehkan ini itu ini itu.

Malam pun tiba. Kulihat jam di kamarku menunjukkan pukul 20:00. Aku mengambil buku diaryku dan membuka satu per satu lembarannya. Ketika aku membuka sampai pada lembaran curahan hatiku saat bersama Rei, semerbak wangi bunga menyengat di hidungku, seketika korden jendela tertiup angin yang cukup kencang. Walaupun bunga yang diberikan Rei kemarin sudah hampir layu, entah mengapa wanginya masih begitu menyengat. Aku kembali menulis curahan hatiku
Isinya

“Dear diary..
Jika kuingat sosok Rei, terasa begitu bahagia hati ini. Dia sudah berhasil menyelip di ruang kecil hatiku dan menjadi sosok baru yang berhasil mewarnai kehidupanku. Terlalu cepatkah jika aku menyebut ini cinta? Tapi… kenapa ya dia tidak meminta nomer handphoneku?”

Selesai menulis, aku menyimpan buku diaryku di bawah bantalku. Aku membaringkan tubuhku untuk segera tidur. Sebelum tidur aku mengambil handphoneku, membuka galeri fotoku dan melihat kembali fotoku bersama Rei saat di taman. Perlahan aku mulai terlelap tidur. Baru saja aku terlelap tidur, aku terbangun karena aku memimpikan Rei. Aku bermimpi aku dan Rei berada di ruangan putih yang sangat luas, awalnya Rei menggenggam tanganku dan mengucapkan terimakasih padaku karena aku sudah menemani dirinya, perlahan Rei melepaskan genggaman tangannya mulai menjauh dan menghilang. Aku pun mencoba untuk tidur kembali.

Kring.. Kring.. Kring
Kini jam bekerku membangunkanku, bukan alarm handphoneku lagi. Kubuka korden jendela kamarku, tampak di luar rintik hujan menetes. Sebenarnya aku ingin jalan-jalan pagi ini, namun aku mengurungkan niatku untuk berjalan-jalan karena hujan. Sesekali aku menengok ke bawah dari jendela, aku melihat Rei berada di bawah sana. Aku tak percaya, aku pun mengucek mataku, kulihat lagi di bawah sudah tidak ada Rei. Mungkin tadi hanya imajinasiku saja.

1 jam kemudian, hujan mulai reda. Aku berpamitan pada ayah dan ibuku untuk berjalan-jalan. Aku pun keluar dari villa ini.
“Rei mana ya? Tumben nggak ada” gumamku dalam hati sambil menengok kanan kiri halaman villa
Aku mulai berjalan pelan meninggalkan villa dengan sedikit kecewa karena tidak ada Rei yang biasanya menungguku.
Tiba-tiba
“Hayoo nyariin aku ya” Rei menepuk pundakku dari belakang
“Ih bikin kaget aja deh kamu. Iya nih” kataku dengan sedikit kesal
“Jangan marah maaf deh maaf” ucap Rei merasa bersalah
“Oh iya ke danau yuk?” lanjut Rei
“Boleh boleh” jawabku mengangguk-angguk

Sampai di danau, kami duduk di tepi danau sambil memainkan kaki di air. Terjadi obrolan antara kami
“Rei kamu di villa ini sama siapa sih?”
“Sendirian”
“Nggak takut? Ortumu ke mana?”
“Enggak dong kan udah gede. Ahh apa.. mm.. ortuku sibuk kerja”
“Gitu… ngomong-ngomong aku kok gak pernah liat kamu pegang handphone ya”
“Handphoneku rusak”
“Rei??? Kok mukamu pucet gitu sih?”
“Iya nih tapi aku nggak apa-apa kok”
“Oh iya Rei. Tadi malem aku mimpi kamu bilang makasih dan ninggalin aku. Aku jadi takut nih Rei”
“Ahh aku nggak akan ninggalin kamu kok, Ray. Kamu nggak berdoa kali sebelum tidur jadinya mimpi buruk gitu”
“Hehe iya bener banget Rei aku lupa berdoa”

Kuhabiskan waktuku di danau untuk berfoto-foto bersama Rei, hingga akhirnya aku memutuskan untuk pulang.
“Inget ya Rayya, yang tidak terlihat bukan berarti tidak ada. Yang jauh bukan berarti tidak bisa menyatu” kata Rei dengan tersenyum dan memegang pundakku
“Maksudnya?” tanyaku kebingungan
“Entahlah kamu bakal tau sendiri” sahutnya singkat dan melepaskan tangannya dari pundakku

Saat aku pulang dari danau aku melewati villa Rei. Aku berhenti sejenak dan tersenyum melihat villa itu.
Sesampainya di teras villaku, kulihat adikku sedang asik membaca komik. Aku pun menghampirinya.
“Aldo, kok sepi? Ayah ibu ke mana?” Tanyaku pada adikku
“Ayah jemput kak Noni, kak. Kalo ibu lagi masak di dapur” jawabnya dengan tetap melihat komik
“What??? Kak Noni??? Tidaaaak!” teriakku sambil berkali-kali menepuk jidatku
“Rayya.. Aldo.. Makan dulu ayo. Udah ibu masakin nasi goreng nih” panggil ibu dari dalam villa, aku dan adikku pun bergegas menghampiri ibu.

“Rayya, 3 hari ini kamu kok rajin jalan-jalan ada apa sih? Padahal biasanya kamu males jalan loh” kata ibu sambil mengambilkan nasi ke piring adikku
“Kan mumpung di sini bu. Kalo di kota kan nggak bisa jalan-jalan” sahutku dengan terpaksa berbohong lagi
Sebenarnya aku tidak ingin bohong pada ibuku. Tapi aku takut jika aku bilang aku berjalan-jalan bersama Rei aku akan dimarahi karena Rei belum dikenal keluargaku.

Langit semakin lama semakin larut. Malam pun tiba. Aku tertidur. Saat aku bangun aku langsung bangkit dari tempat tidur karena terkejut di lantai kamarku banyak ransel berceceran. Tiba-tiba saja ada yang membuka pintu kamarku.
“Halooo Rayyap kayu cewek kok bangunnya siang.. Aku kangen banget sama kamu. Ih lama nggak ketemu kamu tetep aja bau yaa” Kak Noni memelukku erat-erat
“Ih Kak Noni apaan sih baru dateng main rusuh aja” ucapku dengan mata yang belum bisa sepenuhnya terbuka karena masih ngantuk
“Kan aku kangen sama kamu. Ciye naksir cowok namanya Rei ya?” Kata kak Noni sambil mengeluarkan buku diary dari sakunya
“Ssttt… Nanti ibu denger. Ngambil buku diaryku dari mana?” Ujarku dengan mata yang seketika terbelalak dan tanganku langsung menutup mulut Kak Noni
“Dari situ” kak Noni melepaskan tanganku dan menunjuk arah bantal
“Kamu hati-hati ya kalo jatuh cinta. Ntar galau lagi, curhat lagi, nangis lagi, pura-pura janji nggak mau jatuh cinta lagi” lanjut kak Noni mengejekku

“Denger ya Kak Noniku cantik tersayang, Si Rei itu orangnya beda dari yang lain.. istimewa banget deh!” ucapku dengan nada dibuat-buat
“Gaya amat kamu. Liat aja ntar!! Biasanya kalo lagi jatuh cinta kamu puji-puji tuh cowok, kalo udah patah hati kamu jelek-jelekin deh tuh cowok” ledek Kak Noni
“Ah laper ngomong sama kamu Kak, makan dulu ah” aku berdiri dari tempat tidur dan meninggalkan Kak Noni.

Di ruang makan, berbagai makanan dihidangkan di sana. Kami berlima berkumpul dan makan bersama. Di tengah-tengah keheningan kami sibuk mengunyah makanan tiba-tiba Kak Noni memecah keheningan
“Yah, bu.. Rayya su… su… su..ka sssss.. sam..ma…” kata Kak Noni sambil menatap ayah dan ibu
“Ya!! Rayya suka banget sama masakan ibu loh, apalagi ayam bakar ini hmmm enak banget” ucapku memutus kata-kata Kak Noni sambil tersenyum dan di bawah meja kakiku menginjak kaki Kak Noni
Ayah dan Ibu hanya keheranan melihat kelakuanku dan Kak Noni.

Tililililittt
Terdengar suara handphoneku yang kutinggal di kamar, aku pun bergegas menghabiskan di piringku yang tinggal sedikit dan menuju ke kamar. Di layarnya tampak ada panggilan masuk namun nomernya diprivasi, kuangkat telpon itu.
“Halooo siapa ini?”
“Rayya ini aku Rei”
“Handphonemu bukannya rusak? Terus kamu dapet nomerku dari mana? Rei aku kangen sama kamu. Pagi ini kita nggak jalan-jalan ya”
“Iya. Jarak itu bukan jadi penghalang kan?”
“Maksudmu apa Rei?”
“Perpisahan bukanlah akhir dari segalanya. Pertemuan boleh berakhir dengan perpisahan, tapi cinta ini biarlah menjadi seperti bumi yang tiada ujungnya. Di dunia tidak ada yang abadi”
Tut tut tut tuttt
Seketika telepon terputus. Karena merasa jengkel, aku melemparkan handphoneku ke kasur.

“Ehm ditelpon si Rei ya? Hati-hati loh cowok itu banyak yang cuma gombal sana sini doang” kata Kak Noni yang tiba-tiba masuk ke kamarku
“Tapi Rei enggak kayak gitu kok. Dia ganteng, baik, romantis juga” sahutku sambil tersenyum dan mengambil kembali handphoneku yang kulempar di kasur
“Nih… Aku liatin fo…” belum selesai aku meneruskan kata-kataku aku terkejut, sangat terkejut.
Sebenarnya aku ingin melihatkan fotoku bersama Rei yang kujadikan wallpaper pada Kak Noni. Namun di wallpaper handphoneku aku hanya foto sendirian. Pose ketika rambutku diacak-acak oleh Rei, kini menjadi foto diriku sendiri yang seakan-akan rambutku hanya berantakan tertiup angin. Aku langsung membuka galeri fotoku bersama Rei saat di taman, tapi sama saja, aku terlihat foto sendirian. Saat aku foto memakai kalung rangkaian bunga, kalung bunganya pun tidak ada. Aku pun menutup mulutku rapat-rapat, perlahan air mataku menetes, aku tidak ingin tangisanku meledak di villa ini.
“Rayya? Kamu nggak apa-apa kan?” ujar Kak Noni dengan mata berkaca-kaca menatapku
“Kak, Rei kak… Kemarin aku foto-foto sama Rei selama 3 hari jalan-jalan bareng dia. Tapi, kenapa sekarang fotonya jadi aku sendirian?” kataku sambil menangis
“Ya udah gini aja. Gimana kalo kita sekarang ke villa Rei?” ajak Kak Noni
“Iya kak” jawabku sambil mengusap air mataku dengan tanganku

Sampai di depan villa Rei, ini lebih membuatku terkejut. Tidak ada lagi villa bercat putih yang di depannya terdapat mobil merah. Yang ada hanya sisa-sisa villa bercat putih yang hangus karena terbakar.
“Rayya, kamu yakin ini villa Rei?” tanya Kak Noni dengan nada lembut
“Iya kak yakin” jawabku menangis tersedu-tersedu
Aku menghampiri villa itu, berdiri di antara sisa-sisa villa yang hangus itu. Di depanku, ada foto yang seperti pertama kali aku lihat di villa Rei, foto keluarga Rei. Hanya saja kaca bingkainya sedikit berdebu. Seketika aku terduduk lemas sambil mengusap kaca foto itu.
“Rei.. Kamu di mana? Kamu sebenernya siapa? Kenapa kamu misterius? Kenapa kamu pergi gitu aja? Kenapa kamu tega? Kamu pernah bilang gak bakal ninggalin aku. Aku sayang kamu Rei, aku ngerasa nyaman kalo sama kamu. Aku kangen kamu.” tangisanku meledak dan air mataku menetes membasahi foto itu
“Udah udah jangan nangis Rayya, kita pulang yuk kita bahas di rumah” Kak Noni memelukku dan menarik tanganku agar aku berdiri

Di villa, aku bercerita pada Ayah dan Ibu tentang ceritaku dari awal bertemu Rei hingga Rei tiba-tiba menghilang. Memang banyak kejanggalan saat aku bersama Rei. Mulai dari dia yang selalu tiba-tiba muncul, tangannya yang dingin, AC aneh, dan lain lain. Aku teringat Rei pernah bilang padaku bahwa dia kuliah ilmu komputer di Universitas X.
“Ayah. Reihan itu kuliah jurusan ilmu komputer di Universitas X” kataku pada Ayah
“Ya udah sekarang kita ke sana aja. Kita cari kepastiannya” sahut Ibu
“Ibu serius?” tanya Kak Noni
“Iya ibu serius” jawab ibu

Kami pun segera bersiap-siap menuju Universitas X. Ayah juga menyuruh kami untuk mengemasi barang-barang dan meninggalkan villa ini untuk kembali ke kota agar aku tidak semakin berlarut dalam kesedihan.

Sampai di Universitas X, Ayah bertanya pada pegawai yang bertugas mengolah data mahasiswa.
“Mbak. Apa ada mahasiswa di jurusan ilmu komputer yang bernama Reihan?” tanya ayahku
“Sebentar ya pak, saya carikan dulu” jawab pegawai itu sambil mengetik dan memandang monitor komputer
“Ada pak. Tapi mohon maaf, dia sudah meninggal” lanjut pegawai itu
“Meninggalnya karena apa ya mbak? Tanggal berapa?” sambungku
“Menurut data sepertinya karena villanya mengalami kebakaran, anggota keluarganya meninggal semua. Tanggal sekian sekian sekian” sahut pegawai itu
“Oh ya sudah terimakasih” kami pun meninggalkan Universitas X

Sepanjang perjalanan, di mobil aku hanya melamun dan sedikit demi sedikit meneteskan air mata karena mengingat Rei. Dan jika kuhitung mundur tanggal hari ini hingga tanggal Rei meninggal, ternyata 40 hari. Sekarang aku jadi paham, aku takkan melupakan Rei dan kenanganku bersamanya.
Rei, kau ada walaupun tak nyata.

Cerpen Karangan: Sarah Afanin Luthfa
Blog: sarahafaninlthf.blogspot.com
Facebook: Sarah Afanin Luthfa
Siswi Kelas X di SMA N 2 Ungaran

Read More
9 tahun ago
0 10
9 tahun ago
0 15
9 tahun ago
0 14

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Best Dating Sites
Platform Pengiriman Pesan Instan
Platform Sosial Media

Top Profiles
Siska Media di TikTok
10.0/10
Siska Media di TikTok
Channel Siska Media di Youtube
10.0/10
Channel Siska Media di Youtube