Cerita Hantu Nadine is Calling



“Doni!” teriak Dhika, sahabatku, sembari mengejarku.
“Apa?” tanyaku dengan cuek sambil menghentikan langkah dan menoleh kepadanya.
“GAWAT! Ada anak pingsan!” kata Dhika sambil terengah-engah. Aku, memang anggota PMR SMA Kelas XII. Aku pun langsung berlari meninggalkan Dhika menuju UKS.



Sesampainya di UKS.
Aku melihat seorang gadis berkacamata terbaring lemas di atas kasur. Wajahnya tampak pucat sekali.” Apa, kamu sudah baikan? Mana yang sakit?” kataku sambil memeriksa dahinya yang dingin sekali.
“Tidak, tidak apa-apa.” jawab Gadis itu.” Aku hanya lemas tiba-tiba”
“Nggak. Kamu kekurangan darah. Bahaya nanti, kalau dibiarin” jawabku. Dia hanya tersenyum dan tak menjawab perkataanku.
“Nama kamu siapa? Kelas berapa?” tanyaku, sambil tersenyum.” Nadine, kelas XI”
“Namamu bagus.” Tiba-tiba terdengar suara bel tanda masuk. “Nadine, aku janji, bakal kembali ke sini untuk menolongmu. Tunggu aku!”

Aku meninggalkan Nadine sendirian di UKS, dan menuju kelasku.
“Don! Ngapain aja lo? Dari istirahat tadi, nggak keliatan” kata Miranda, temen sekelasku. “Nggak” jawabku dengan cuek. Memang, aku sangat cuek sama siapapun, apalagi sama cewek. Tampangku yang “Cool” dan kulitku yang putih cerah, sepertinya dapat menarik perhatian semua kaum Hawa. Apalagi Aku yang berbadan tinggi, dan rambutku yang sedikit kriting, semakin memperkuat pernyataan kalau aku terlihat seperti Bule. Tapi, entah kenapa, aku merasa ada yang lain dengan Nadine. Rasanya nggak enak kalau bertingkah cuek dengannya.

Hari ini, jadwalnya pulang sore. FULL DAY!
Tak terasa, bel tanda pulang pun berdering. Hujan pun turun dan senja kelam pun datang. Aku lupa terhadap Nadine, yang sedari tadi siang masih berada di UKS. Aku segera berlari menuju UKS dan menyusuri koridor sekolah yang “Menyeramkan”. Ku buka pintu UKS yang berderit seram di sana. Nadine masih terbaring lemas. Wajahnya semakin pucat, dan tangannya semakin dingin.

“Nadine! Gimana keadaanmu?” tanyaku.
“Aku tak apa” jawabnya dengan pelan. Bulu kuduk ku pun mulai merinding. Hawa tak menyenangkan mulai menambah seram suasana.
“Benar, kau tak apa-apa? Tanganmu semakin dingin. Denyut nadimu.” kataku. Aku tersentak. Aku tak lagi mendengar denyut nadi Nadine. Aku segera melepaskan tangannya.
“Nadine.” kataku dengan ketakutan.
“Iya, Kak Doni?” tanya Nadine dengan lemasnya.
“DO. N. DONI? Dari mana kamu tau namaku?” tanyaku dengan terbata-bata. Jujur, Aku sangat ketakutan saat itu.” Ayo, aku antar pulang. Sebentar lagi sudah malam!”
“Tidak. Sebentar lagi, Ayahku akan menjemputku.” jawabnya. Aku hanya bisa bergidik ngeri.
“Baiklah. aku harus pulang sekarang.” Kataku.
“Boleh aku minta nomor hapemu?” tanya Nadine.” Ya, tentu” kataku sambil menulis nomorku di atas kertas kecil dan memberikannya pada Nadine.” Terimakasih” jawabnya.
“Da! Aku duluan.” kataku sambil meninggalkan Nadine. Rasa takutku mulai berkurang. Tapi, aku tak bisa berhenti sama sekali untuk memikirkan hal itu.
Sesampainya di rumah, aku segera beribadah dan belajar. Tiba-tiba, hapeku berdering. Kulihat hapeku dan segera menjawab telponnya.
“Halo?” kataku.
——————————Tak ada suara. Rasa takutku pun muncul.

“Halo? Ini siapa?” tanyaku kembali.” Aku Nadine. Halo, Kak Doni” terdengar suara menimpali. Aku mulai kembali bergidik ngeri.
“Ada apa, Dine?” tanyaku.” Kakak telat tadi, waktu ke UKS.” jawabnya.
“Maksudnya?” kataku.” Kakak terlambat.” jawabnya kembali. Tiba-tiba, terdengar suara gadis jatuh. Telpon itupun terputus.” Ada apa. sebenarnya?” pikirku.
Esoknya, saat di sekolah, aku segera menuju UKS. Aku tak lagi melihat Nadine di sana. 3 tetes darah segar terlihat di atas lantai. Aku segera melihat darah itu.” Darahnya. ini darah baru” gumamku.
“Kak.” Tiba-tiba terdengar suara gadis dengan pelan. Aku tersentak kaget. “Don!” terdengar suara kembali. “Ngapain lo di sini?” kata Dhika, yang mengagetkanku.
“Nggak, nggak papa. Hanya saja. Ah sudahlah! Ayo pergi!” kataku sambil mengajak Dhika keluar UKS.
“Dhik, apa kamu kenal Nadine?” kataku.” Nadine siapa? Nadine kan banyak.” jawabnya.
“Nadine kelas 11” jawabku. ” Sebenarnya.” jawab Dhika. Aku menimpali, “Sebenarnya apa?”
Tiba-tiba, bel tanda masuk kembali terdengar. “Nanti saja, ya sob! Udah masuk nih!” kata Dhika. Ya, ternyata, Dhika lupa untuk memberitaukan apa yang sebenarnya terjadi.

Bel pulang berbunyi dan aku segera kembali ke rumah. Seusai maghrib, hapeku kembali berdering. Nadine! Nadine kembali telpon! “Na. Nadine?” kataku sambil menjawab telponnya. “Kak. Kakak belum tau apa yang terjadi, ya?” jawabnya.
Aku terhening. “A. Apa?”
“3 hari lagi, kakak akan tau itu” jawab Nadine, dan seketika telponnya terputus. Hari-hari pun kulalui seperti biasanya. Dan seperti biasanya juga, Nadine selalu menelponku seusai maghrib. 3 hari pun telah kulewati.
“Dhik! Lo gimana sih! Nggak pernah bilang tentang soal yang kemarin-kemarin!” kataku.
“Don, sebenarnya, Nadine Kelas XI itu sudah.” kata Dhika. “Sudah apa?” tanyaku keheranan.
“Sudah meninggal.” jawab Dhika. Suasana pun terhening.
“Dia menderita penyakit anemia. Dia meninggal tepat pukul 3 sore, hari di mana kamu pertama kali mengunjunginya di UKS. Kamu terlambat, untuk menjenguknya, Don! Padahal, dia sangat membutuhkan bantuanmu untuk memperlambat kematiannya.” jelas Dhika.
“Lalu. Ayahnya?” tanyaku dengan menyesal.
“Kata orang-orang sih, dulu Ayahnya meninggal dunia saat menjadi tukang kebun di sekolah ini, waktu maghrib.” jawab Dhika.
“Ya Tuhan. jadi selama ini yang mengobrol, meminta nomor hape ku, dan menelponku adalah.

Maafkan aku Nadine, aku sangat menyesal” kataku dalam hati dengan penuh penyesalan.
Nadine kembali menelpon Doni seusai maghrib. “Kakak. terimakasih sudah menjengukku.” suara gadis itu menggema di kamar Doni untuk yang terakhir kalinya.


Karangan : 

Semoga dari cerita ini kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Best Dating Sites
Platform Pengiriman Pesan Instan
Platform Sosial Media

Top Profiles
Siska Media di TikTok
10.0/10
Siska Media di TikTok
Channel Siska Media di Youtube
10.0/10
Channel Siska Media di Youtube