Pada suatu pagi yang cerah, seperti biasanya Abu Nawas jalan-jalan pagi sekedar untuk menyegarkan tubuhnya. Dan tanpa tersa, Abu Nawas telah berjalan hingga menasuki sebuah hutan.
Di dalam hutan tersebut ada suatu perkampungan yang baru dikenalnya. Menjelang siang hari, ternyata Abu Nawas telah memasuki kampung suku dalam.
Tampak orang sibuk ramai ketika ia datang, membuat bu Nawas menjadi pnasaran dan ingin mendekat lagi. Namun tanpa disadari, ada dua orang laki-laki mendekatinya.
Eits…Abu Nawas kaget karena dipegang oleh laki-laki tersebut. Sudah badannya tegap-tegap, menakutkan juga. Abu Nawas ditangkat dan dibawa ke hadapan pemimpin mereka.
“Apa-apaan ini, apa salhaku, aku mau diapakan?” teriak Abu Nawas.
“Kau lihat belanga yang berisi air mendidih itu, kau akan dimasukkan ke dalamnya dicampur dengan tepung untuk dijadikan bubur,”kata orang yang menangkapnya.
Salah satu pria tersebut menerangkan bahwa kebiasaan penduduk suku dalam akan menangkap orang yang lewat, lalu menyebelihnya dan menjadikannya bubur sebagai hidangan sehari-hari.
Dijadikan Bubur
Melihat hal tersebut, Abu Nawas mala mulai tampak tenang dan menjalankan taktiknya.
“Jika kalian ingin membuat bubur, dagingku sangatlah sedikit, pasti tidak enak. Jika kalian mau, aku akan membawa temanku yang bertubuh gemuk, “bujuk Abu Nawas.
Setelah berusaha meyakinkan suku dalam tersebut, akhirnya Abu Nawas dibebaskan dengan syarat besok harus membawa temannya yang dijanjikan tersebut.
Setelah dibebaskan, Abu Nawas langsung menuju istana dan tampaklah sang raja yang gemuk, mungkin karena kerjaannya hanya duduk-duduk saja setiap harinya.
Setelah menghadap raja, Abu Nawas memberitahukan bahwa suku dalam sedang membuat suatu perayaan dan Abu Nawas bersedia menemani dan mengantarkan baginda raja sampai ke tempat.
Abu Nawas hanya minta kepada baginda hanya dirinya saja yang mengawalnya tanpa didampingi prajurit serta mengenakan pakaian biasa agar tidak terlihat mencolok.
Baginda raja menerima saran dari Abu Nawas dan akhirnya mereka berdua berangkat hingga memasuki sebuah kampung yang ada di dalam hutan. Tibalah keduanya di sebuah rumah yang tampak ramai.
“Saya masuk terlebih dahulu untuk melihat, Baginda tunggu di sini, “ujar Abu Nawas.
Kemudian Abu Nawas masuk ke dalam rumah untuk mengatakan kepada warga kampung dalam bahwa ia telah membawa teman gemuk yang ia janjikan.
“Aku memenuhi janjiku,di luar ada temanku, “ujar Abu Nawas sembari berjalan keluar.
“Itu rumah penjual bubur, mungkin sangat lezat buburnya sehingga banyak pengunnjungnya, “guman baginda raja.
Tak berapa lama kemudian, ada dua pria yang keluar dan langsung menangkap raja dan membawanya ke dalam rumah. Sementara itu, Abu Nawas langsung angkat kaki dari kampung itu.
“Jika raja cerdas, maka ia akan selamat. Jika tidak maka ia akan menjadi bubur, “guman Abu Nawas.
Membuat Peci
Sementara itu, raja yang akan disembelih membuat taktik.
“Badanku ini banyak lemaknya, jadi pasti tidak enak kalau dibuat bubur. Aku bisa membuat peci yang bagus dan bisa dijual melebihi harga bubur kalian. “tutur raja.
Akhirnya mereka sepakat dan raja diberi waktu untuk membuktikannya membuat peci indah yang berharga mahal. Dan setelah beberapa hari kemudian, jadilah peci yang sangat elok.
Di atas peci, raja menambahkan bunga yang ditata rapi sehingga membentuk kata seperti sebuah surat pendek yang maknanya kurang lebih adalah,
“Aku raja, belilah peci ini berapa saja, lalu bawa pasukan untuk membebaskanku.”
Setelah pecinya jadi dan siap dijual, raja berpesan agar peci tersebut dijual kepada menteri keamanan kerajaan karena dijamin akan menerima harga tinggi.
“Juallah dengan harga 10 dirham, karena hanya menteri yang bisa membeli peci ini, “ucap raja.
Benar juga, setelah sang menteri melihat peci tersebut, dia menjadi tertarik dan terpikat. Pada saat melihat rangkaian bunga di atas peci, barulah dia paham dan kemudian membelinya.
Pada malam harinya, sang menteri membawa pasukan untuk membebaskan rajanya. Dan setwlah raja dibebaskan, raja menyuruh membawa Abu Nawas ke hadapannya.
“Ampun Baginda, saya hanya ingin memberitahu baginda bahwa ada rakyat yang berbuat zalim, ujar Abu Nawas.
Mendengar jawaban tersebut, amarah baginda sirna, malahan Abu Nawas diberi hadiah sekantung emas.