3 Tenaga Dalam yang Mempengaruhi Sikap Manusia Ini Wajib Kalian Tahu!

Hai Super Parents
Pernahkah Super Parents merenungkan bahwa ternyata menanamkan nilai moral pada anak tidak semudah membalikkan telapak tangan. Nilai moral bukan hanya kisaran tentang hal baik dan buruk saja. Lebih dari itu! Nilai moral layaknya sebuah tatanan sosial. Dia yang menjadi kompas bagi manusia dan menuntun manusia agar memiliki hidup yang nyaman ketika berdampingan dengan sesamanya dan juga lingkungannya.
contoh nilai moral

Layaknya sebuah peta yang menuntun kita menemukan apa yang kita tuju, nilai moral juga bisa menyelamatkan hidup kita. Baik dan buruk, benar atau salah, patut dan tidak patuk bisa kita ketahui dari pendidikan moral. 
Di tengah arus globalisasi saat ini nilai moral menjadi sebuah hal yang sangat krusial dalam membentengi pertahanan karakter juga kepribadian para generasi bangsa terutama kaum muda.
Bahkan dalam konteks yang lebih luas nilai, nilai moral bukan saja sebuah aturan, namun sebuah tradisi yang diturunkan secara terus menerus dari generasi ke generasi serta memenuhi standar tradisi.
Tentu saja setiap budaya memiliki standar tersendiri untuk sebuah etika dan moral, ada standar yang disepakati bersama di setiap lingkungan dan daerah yang satu akan berbeda dengan yang lainnya. Namun, ada kesepakatan universal yang di dalamnya yang bisa dijadikan pegangan ketika sudah membaur secara luas. Nilai universal ini lah yang akan menjadi benang merah yang menjadi perekat dan penghubung berbagai kelompok masyarakat dalam membangun harmoni sosial.
Untuk itu tugas super parents untuk mendampingi buah hati tercintanya untuk menjadi generasi yang bisa berperan di dalam lingkungannya, karena memahami dan menginternalisasi sebuah kebiasaan bukanlah proses yang terjadi secara instan, namun merupakan perjalanan seumur hidup yang mulai ditanamkan dari sejak dini.
Layaknya membangun sebuah gedung, jika ingin hasil yang kokoh maka dari awal pembangunan pondasi harus diperhitungkan secara matang, agar bisa menopang bangunan yang berat di atasnya. Begitu pun dengan nilai moral yang baik perlu pemahaman yang baik, pengamalan secara konsistensi dan dukungan dari lingkungan sekitar.

Peran keluarga, institusi pendidikan, dan masyarakat adalah hal yang sangat krusial dalam proses penanaman nilai moral ini. Melalui interaksi sehari-hari, teladan yang baik, dan pembelajaran yang berkelanjutan, nilai-nilai moral dapat tertanam dan tumbuh menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang. Di sinilah pendidikan sejak dini sangat ditekankan.

Meskipun mengajarkan moral pada anak tidak sesederhana menanamkan nilai baik dan buruk dan ada proses psikologis yang kompleks menyertainya, namun tentu saja hal ini bisa kita upayakan. Melalui konsistensi dan pemahaman yang mendalam menanamkan nilai moral pada anak sejak dini bisa kita upayakan.

Agar lebih memahami seluk beluk proses pola orientasi moral pada anak usia dini mari kita kaji dari perspektif teori disonansi moral dan konsep psikoanalisis Sigmund freud tentang “Id, Ego dan Super  Ego”, yang lebih dipahami sebagai tiga tenaga dalam yang akan mempengaruhi perilaku manusia apakah akan senderung ke arah positif atau negatif. 

Memahami Disonansi Moral pada Anak

Apa itu disonansi moral? Mungkin bagi sebagian orang ini adalah hal yang asing bahkan ada juga yang baru pertama kali mendengar. Mari kita jabarkan secara singkat dengan bahasa yang sederhana agar mudah dipahami.  
Disonansi moral merupakan ketidaknyamanan psikologis yang muncul ketika terjadi pertentangan antara apa yang diketahui sebagai hal yang benar dengan apa yang diinginkan atau dilakukan. Hal ini bisa sangat mungkin terjadi pada anak, sebuah pertentangan batin terhadap hal yang disukai dalam dirinya namun ternyata kaidah sosial mengatakan itu tidak baik. Contohnya bagaimana?

Contoh Disonansi Moral dalam Keseharian Anak

Disonansi moral pada anak bisa terjadi pada kasus ketika anak sedang bermain bersama. Berebut mainan yang terjadi pada anak tentu saja bukan hal asing. 

Contoh kasus disonansi moral pada anak. Rara memahami bahwa berbagi itu baik, namun jika dia mengikuti keinginan hati dia tidak ingin berbagi mainan kesayangannya. Disonansi dari kejadian ini artinya  adanya konflik dari dalam diri ananda Rara bahwa kewajiban moral tentang berbagi mainan itu baik tapi sesungguhnya dia tidak mau berbagi, entah dikarenakan takut mainannya rusak atau dia belum puas memainkannya.

Contoh kasus disonansi moral yang lainnya adalah tentang konsep kejujuran. Diumpamakan anak tahu bahwa berbohong itu salah, namun dikarenakan takut dihukum anak jadi memilih untuk berbohong. Disonansi moral terjadi dikarenakan pertentangan antara nilai kejujuran dan rasa takut.

Nah, sudah ada gambaran, kan tentang disonansi moral? Sekarang  bagaimana cara mengatasinya agar anak mampu memahami dan lebih mengedepankan untuk menerapkan nilai moral yang positif? Yuk kita lanjut diskusinya.


Cara Mengelola Disonansi Moral

Bagaimana cara mengelola disonansi moral yang dialami oleh ananda Rara? Untuk kasus Rara, sebagai orang tua maupun pendidik tentunya harus memiliki tip dan trik jitu agar bisa sesuai dalam menghadapinya. 

Apa yang harus dilakukan terlebih dahulu? 

Hal pertama yang harus dilakukan adalah melalui pendampingan empatik, yaitu dengan cara mendengarkan konflik internal anak, membantu anak mengekspresikan perasaannya, dan juga memberikan validasi atas perasaan yang dialami.


Hal kedua adalah melakukan dialog reflektif, yaitu dengan cara mengajak ananda mendiskusikan pilihan-pilihannya, selanjtutnya embantu ananda memahami konsekuensi setiap pilihan. Jangan lupa untuk tetap mendampingi ananda serta mendukung proses pengambilan keputusan moral.

Nah, setelah kita mengetahui konsep disonansi moral perlu juga nih super parents mengetahui juga konsep tentang tiga tenaga dalam yang menggerakkan moral anak manusia. Apa sajakah itu?

Perkembangan Moral dalam Perspektif Id, Ego, dan Superego


Selain tentang disonansi moral yaitu adanya ketidaknyamanan psikologis yang muncul ketika terjadi pertentangan antara apa yang diketahui sebagai hal yang benar dengan apa yang diinginkan atau dilakukan, maka dalam pola perkembangan moral yang terjadi pada anak manusia dari perspektif psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dijelaskan bahwa perkembangan moral sangat dipengaruhi oleh peran tiga tenaga dalam yang ada dalam diri manusia yaitu “ID, Ego dan Super Ego”.
Kita ketahui dulu yuk apa itu makna dari ketiga tenaga dalam tersebut. 
Id adalah sebuah dorongan yang berasal dari dalam diri manusia yang bersifat nafsu karena hal ini sangat berkaitan dengan keinginan terhadap segala sesuatu yang enak, nyaman, memuaskan dan membahagiakan. Tenaga atau dorongan ini lebih mengarahkan manusia untuk bersikap instan dalam mendapatkan kenikmatan hidup.

Ego adalah Suatu dorongan dalam diri manusia yang berfungsi menyeimbangkan sebuah dorongan yang bersifat Id. Caranya yaitu dengan mengalihkan segala bentuk dorongan yang bersifat Id ke dalam konsep berpikir tentang kenyataan yang ada dari pengalaman hidup dan menyesuaikan dengan fakta yang teradi.
Super Ego adalah dorongan yang muncul dan berfungsi sebagai alat kontrol yang muncul dari segala keinginan Id dari dalam diri manusia. Alat kontrol dari Super Ego ini adalah berupa kaidah moral yang ada dalam masyarakat serta agama yang dianut oleh manusia. 
Dari penjelasan tentang tiga tenaga dalam yang ada dalam diri manusia tersebut diatas apakah sudah bisa dipahami?Kalau belum yuk kita lanjutkan diskusinya. Sekarang kita coba aplikasikan pada kejadian sehari-hari yang biasa kita alami. Kita fokuskan tentang kejadian pada anak-anak, ya!


1. Id pada Anak

Karakteristiknya merupakan dorongan primitif dan keinginan dasar yang berasal dari prinsip-prinsip kesenangan yang ingin dipuaskan segera. Bisa digambarkan dengan kasus Rara yang sangat menginginkan mainan temannya secara spontan, Rara akan menangis jika keinginannya tersebut tidak bisa terpenuhi, sehingga sangat sulit sekali untuk menunda dan segera ingin mendapatkan kepuasan.

2. Ego pada Anak

Ego memberikan peran sebagai jembatan Id dan realitas yang ada. sebagai alat untuk mengembangkan dan menyeimbangkan kontrol diri serta mempertimbangkan konsekuensi. Contohnya kita sebagai pendidik dan orang tua harus bisa memberikan pemahaman pada Rara bahwa harus bersabar agar mau menunggu giliran serta memahami aturan permainan sehingga mulai bisa bernegosiasi.

3. Superego pada Anak

Super Ego akan berfungsi menginternalisasi nilai moral serta mengembangkan conscience atau hati nurani sehingga terbentuklah idealisme moral. Sebagai contoh ketika pesan moral disampaikan kepada anak maka akan mulai muncul dalam diri anak dalam hal ini kasus yang dialami Rara sehingga Rara akan merasa bersalah dengan sikapnya yang ingin merebut mainan temannya. Anak akan merasa bangga karena telah mampu menahan nafsunya dan bisa berbuat baik. Di sini anak mulai memahami tentang konsep benar atau salah.


Contoh Nilai Penerapan Moral Awal pada Anak

Tahap perkembangan anak yang dari waktu ke waktu mulai pertambah baik dari aspek kognitif, psikomotorik dan afektifnya, maka peran orang tua serta pendidik sangat dibutuhkan lebih kompleks lagi dalam memperkenalkan nilai moral pada anak.
Segala hal yang berkaitan dengan lingkungan sosial anak harus mendapatkan perhatian yang intens dari kita selaku orang dewasa. Super Parents bisa mulai mengenalkan etika dan perilaku ananda. Tentunya dimulai dari orang tuanya terlebih dahulu dengan cari menjadi contoh yang baik untuk anak.  jangan sungkan untuk memberi pujian  ketika anak sudah berhasil melakukannya. Hal ini sejalan dengan teori behaviourist yang dicetuskan oleh Kohlbergh bahwa contoh dan pujian sangat penting dalam proses pembentukan nilai moral pada anak.
Bisa dimulai dari kegiatan sederhana yang biasa dilakukan sehari-hari seperti etika dalam mengenakan pakaian serta berpenampilan, etika dalam makan, minum, tata cara berperilaku kepada orang lain, juga membiasakan berperilaku sesuai dengan tuntutan norma yang ada.
Bisa dipastikan, bahwa peran orang tua melalui komunikasi yang intens sangat penting! Oleh sebab itu keterkaitan hubungan yang dekat antara orang tua dan anak tidak bisa dipisahkan dari sosialisasi tentang penanaman moral. 
Pada tahapan pola orientasi moral yang diterapkan pada anak kita bisa memilah dan memilih dengan memulainya dari hal-hal yang sederhana. Contoh nilai moral yang bisa diterapkan di awal adalah sebagai berikut:

1. Nilai Moral dalam Bersikap dengan Orang Lain

Usia berapa saat yang tepat mengenalkan nilai moral ketika bersikap dan berhubungan dengan orang lain di lingkungan anak? NAh ketika kemampuan psikomotorik dan bahasa anak mulai terbbentuk biasanya ketika memasuki usia 2 tahun, di sinilah saat yang tepat untuk mengenalkan nilai moral yang ada di lingkungannya tentatang bagaimana ananda harus bersikap kepada orang lain.
Bagaimana maksudnya? Misal: biasanya adat di beberapa daerah di Indonesia budaya cium tangan ketika yang muda bertemu dengan orang yang lebih tua dibiasakan uuntuk mencium tangan orang yang lebih tua. Orang tua atau pendidik bisa memberikan arahan agar anak mau menyapa dengan mengucapkan salam dan mencium tangan tante atau om yang masih terbilang kerabat dekat. Ketika cara mencium tangan ananda salah dalam penerapannya, kita sebagai orang tua bisa memintanya untuk memperbaiki dan mencontohkan cara yang benar.
Orang tua juga perlu mengajarkan bagaimana cara berbicara yang sopan dan pantas dan volume yang tepat ketika berbicara dengan orang lain. Lakukan dengan cara persuasif jangan memaksa dan memarahi.


2. Nilai Moral dalam Cara Berpakaian dan Berpenampilan yang Baik

Nilai moral selanjutnya yang harus ditanamkan pada anak usia dini adalah mengajarkan bagaimana cara berppakaian yang layak dan sesuai dengan kebutuhan, tempat dan waktu. Baju musim panas tentu sangat berbeda dengan baju musim dingin, dong, ya. Jangan sampai ketika ingin keluar rumah si kecil meminta menggunakan jaket tebal padahal di luar cuaca sedang panas-panasnya. Kewajiban orang tua nih mengedukasi secara sabar.
Ada lagi nih kejadian. Seorang anak kecil nangis-nangis tidak ingin menggunakan baju lengkap hanya ingin menggunakan kaus singlet dan celana dalam, padahal ingin ikut ayahnya ke kantor menggunakan motor. Waaah, ini sih drama banget yaa…tapi memang itu bukan hal yang mustahil terjadi pada anak usia dini. 
Di sinilah peran pendidik dan orang tua untuk memberi pemahaman tentang kelayakan dalam menggunakan pakaian. Id ananda menguasai untuk tidak ngin mengenakan baju, sebagai orang tua kita harus bisa menjelaskan dan membujuk agar ananda mau menyesuaikan diri dengan aturan yang harus dia taati, Si ade akhirnya mau mengenakan pakaian lengkap untuk menjagga dirinya (Ego) menggunakan pakaian lengkap ketika berkendaraan bisa menyelamatkan dia dari serangan penyakit (Super Ego).


3. Nilai Moral dalam Cara Makan dan Minum

Meskipun kegiatan makan dan minum tidak berhubungan dengan orang lain, namun biasanya makan dan minum juga dilakukan bersama orang lain. Untuk itu kelayakan dalam etika makan harus ditanamkan dari sejak dini kepada ananda.
Misalnya dengan mengajari anak makan menggunakan tangan kanan. Menjaga peran tangan kanan dan tangan kiri agar terlihat seimbang. Membaca doa sebelum makan dan sesudah makan. Jangan berbunyi mulutnya ketika makan, jangan makan sambil berbicara, makanlah sambil duduk dan etika baik lainnya ketika makan dan minum harus kita terapkan pada anak.
Biasakan juga anak untuk menghabiskan makanannya. Ketika anak sudah mulai besar dan pengetahuan kognitifnya bertambah, kita juga bisa mengenalkan tentang manfaat makan makanan yang bergizi bagi tubuh. Anak usia 2 tahun juga sudah mulai bisa kenalkan pada kebaikan tentang makanan. Pengenalan adab ketika makan dan minum ini sangat penting diterpakan sehingga ketika anak sudah mulai masuk TK anak sudah terbiasa dengan pola makan dan minum yang baik.

4. Nilai Moral dalam Memperlancar Hubungan Anak dengan Orang Lain dan Lingkungannya

Penanaman nilai moral pada poin ini berkaitan dengan orang lain dalam kaitannya terhadap hubungan tidak langsung. Misalnya harus menjaga tata tertib di lingkungan seperti jangan berbuat bising, jangan teriak-teriak atau menyalakan musik dengan sangat kencang sehingga mengganggu kenyamanan tetangga sekitar.
Hal ini biasa terjadi juga pada anak usia dini, misalnya pada kasus Hanif yang sering tantrum di rumah ketika tidak dibelikan mainan kesukaannya, dia melempar perabotan rumah, memukul ibunya bahkan melempari ibu serta terkadang mengenai adiknya yang masih bayi.
Perilaku seperti ini sangat merugikan, untuk itu perlu perhatian intens dan penanganan yang serius terhadap kebiasaan ini agar tidak berlanjut sampai besar. NAh, sekarang yuk kita lanjut mengembangkan obrolan kita pada strategi yang bisa kita terapkan dalam menangani pengembangan nilai moral pada anak, apa saja nih yang bisa kita lakukan? Yuk kita bahas lanjut.

Strategi Pengembangan Moral Integratif

1. Mempertimbangkan Tahap Usia Perkembangan

Sebelum kita masuk pada tahap cara atau strategi yang bisa kita terapkan dalam mengembangkan nilai moral anak, sangat penting untuk mempertimbangkan rentang usia anak agar kita bisa memilih stimulasi yang tepat untuk anak yang disesuaikan dengan kebutuhannya.

Untuk anak usia 2-3 tahun strateginya adalah fokus pada id dan kebutuhan dasar. Mulailah untuk mengenalkan batasan sederhana. Jangan malas atau sungkan untuk memberikan pujian pada setiap perilaku positif yang dilakukan ananda.

Untuk anak usia 4-5 tahun penguatan ego bisa dilakukan melalui aturan dan konsekuensi selanjutnya kita mulai membangun pemahaman moral dasar serta mengembangkan rasa empati ananda.

Untuk anak di rentang usia 6-7 tahun pembentukan superego yang lebih matang bisa dengan cara mulai mengenalkan nilai-nilai moral kompleks serta mulai mengajak anak menggunakan nalarnya. Setelah memperhatikan rentang usia kita bisa memikirkan tentang metode yang akan digunakan dalam menanamkan nilai moral pada anak.


2. Aktivitas Pengembangan Moral

Aktivitas yang bisa kita sajikan pada anak ketika memberikan pemahaman tentang nilai moral diantaranya yaitu bisa melakukan aktivitas bermain peran. Melalui aktivitas bermain peran anak dilatih dalam memahami resolusi konflik moral. mengembangkan empati dan juga memperkuat ego.

Kegiatan atau aktivitas lainnya bisa dengan membacakan cerita atau dongeng yang memiliki pesan dan nilai moral. Orang tua bisa membacakan dongeng sebelum tidur yang dilanjutkan dengan mendiskusikan pesan moral dalam cerita, biarkan anak menceritakan ulang dengan bahasanya.

Anak bisa dipahamkan dari konflik yang ada dalam buku cerita, untuk itu hal ini sangat bermanfaat dalam mengenalkan dilema moral dengan cara melakukan diskusi reflektif. Bermanfaat sekali terhadap penguatan superego.
Menanamkan nilai moral pada anak juga bisa dilakukan melalui aktivitas yang dilakukan sehari-hari. Misalnya dengan mengajak anak belanja dan mengantri. Libatkan ananda dalam kegiatan berbelanja dan biarkan dia terlibat dalam dalam kegiatan membantu orang lain.

Bisa juga memilih kegiatan berupa proyek sosial sederhana, misalnya membuat proyek “Kotak Kebaikan”. Pelaksanaan aktivitasnya yaitu membuat kotak dari kardus bekas, selanjutnya dihias dengan gambar dan warna cerah. Kota ini bisa dijadikan media untuk mengumpulkan catatan kebaikan yang dilakukan setiap hari

Cara pelaksanaannya setiap malam sebelum tidur, anak menceritakan satu kebaikan yang dilakukan
dengan cara menulis di kertas kecil dan dimasukkan ke dalam kotak kebaikan. Buka dan baca bersama setiap akhir minggu. Melalui kegiatan ini kita dapat mengembangkan nilai kesadaran berbuat baik, mengembangkan empati dengan cara melakukan kegiatan refleksi diri. Menanamkan rasa bangga atas perbuatan positif yang sudah dilakukan.

Tips Praktis untuk Pendidik dan Orang Tua

Ada beberapa tips praktis nih yang bisa diterapkan oleh para pendidik dan orang tua dalam membersamai ananda mengembangkan nilai moral dan pengetahuan moralnya. Beberapa tips tersebut diantaranya, kita harus mampu mengelola disonansi dengan cara mengenali tanda-tanda disonansi moral. 

Ketika anak terlibat dalam sebuah konflik bantu anak mengekspresikan perasaannya dengan cara menghargai perasaannya terlebih dahulu, menvalidasinya baru kemudian mengarahkan pada nilai moral yang seharusnya. 
Selanjutnya ketika sudah berhasil memvalidasi perasaan anak kita baru bisa melanjutkan membimbing ananda dalam mengambil keputusan apa yang tepat dan harus dilakukan.

Tips berikutnya dengan cara menyeimbangkan Id, Ego, dan Superego. Kita bisa memberikan ruang untuk mengekspresikan keinginan (id) yang dimiliki ananda, selanjutnya baru kita ajarkan bagaimana caranya mengelola dorongan (ego).  Usahakan ketika menanamkan nilai moral kita lakukan secara bertahap (superego), agar anak tetap merasa dihargai dan perasaannya tidak terluka.

Yang tidak kalah penting adalah sebagai orang tua sekaligus pendidik kita harus mampu menciptakan lingkungan yang suportif atau mendunkung. Konsisten dalam menerapkan aturan dan memberikan apresiasi untuk keputusan moral positif yang dilakukan oleh ananda. lakukan dialog terbuka tentang dilema moral yang dialami oleh ananda sampai akhirnya dia mampu mengalahkan Id nya.

Konsisten dalam menerapkan aturan yang sama setiap hari. Jadilah teladan yang baik dan beri apresiasi setiap usaha anak. Bangun komunikasi positif dengan cara menggunakan selalu kata-kata positif yang sifatnya membangun. Jelaskan alasan di balik setiap aturan dan jangan engga untuk mendengarkan pendapat anak. Buat hari-hari yang berjalan selalu dalam kondisi menyenangkan yang sehat serta nyaman. Jangan lupa seimbangkan reward dan jangan memberikan hukuman yang sangat memberatkan ananda.

Kesimpulan

Memahami perkembangan moral anak melalui perspektif disonansi moral dan struktur kepribadian (id, ego, superego) membantu kita dalam merancang pendekatan yang lebih efektif. Selain itu juga kita jadi bisa memahami konflik internal anak serta mendukung perkembangan moral yang sehat.
Mengajarkan nilai moral pada anak itu seperti menanam pohon, butuh kesabaran, perawatan rutin, dan cinta yang tulus. Yang penting, kita konsisten dan jadikan prosesnya menyenangkan. Ingat, anak-anak belajar paling baik ketika mereka merasa aman dan bahagia!

Perlu sekali memahami tahap perkembangan anak melalui pendekatan yang seimbang dan integratif, agar apa yang kita upayakan bisa berdampak dan bermakna. Semoga kita bisa terus sabar ya Super Parents dalam membersamai anak-anak kita yang merupakan buah hati kita tercinta. Kita tidak perlu jadi orang tua yang sempurna. Yang penting adalah terus berusaha dan memberikan yang terbaik untuk si kecil. Salam Pengasuhan. Selamat mendidik buah hati tercinta!

Best Dating Sites
Platform Pengiriman Pesan Instan
Platform Sosial Media

Top Profiles
Siska Media di TikTok
10.0/10
Siska Media di TikTok
Channel Siska Media di Youtube
10.0/10
Channel Siska Media di Youtube