
Capek ya. Tapi perasaan inilah yang selalu menghantui Nora Seed, sang tokoh utama di buku The Midnight Library. Seakan ia tak pernah bisa menjadi apa yang diinginkan dan menjalani semua kehidupannya. Akhirnya ia pun depresi. Pfyuuh.
The midnight Library memang menyuguhkan kisah yang mendebarkan, penuh misteri dan petualangan. Tak heran jika buku ini akhirnya mendapat predikat fiksi terbaik pilihan goodreads tahun 2020.
Bersyukur saya masih punya kesempatan untuk menamatkannya. Padahal sudah dua tahun karya Matt Haig ini hanya teronggok di sudut rak buku dengan plastik yang tertutup rapat. Haha.
Dulu sih belinya karena penasaran eh pas bukunya datang malah dianggurin. Tapi akhirnya dibaca juga dan bisa menuliskan review buku ini untuk sobat yusri semua. Here there are.
Review The Midnight Library
Hidup Nora berantakan. Kucingnya bernama Voltaire mati, tidak jadi menikah dengan kekasihnya Dan, diberhentikan untuk mengisi les biola, ibunya meninggal, hubungan dengan sahabatnya rusak dan interaksi dengan adik kandungnya semakin dingin.
Dan Nora tak punya lagi semangat melanjutkan hidup. Dunianya runtuh dan berada dalam titik terendah dalam hidupnya. Dia membayangkan kehidupan lain yang lebih baik. Namun apa daya, pilihan untuk kembali tidak ada bukan?
Maka bunuh diri adalah pilihan terbaik. Ia menenggak pil-pil agar tak lagi merasakan kepahitan dan kekecewaan hidup.

Namun, alih-alih menemukan kematian, Nora malah berada diruangan berbentuk persegi dengan rak-rak penuh buku berwarna hijau.
Hampir mirip perpustakaan sekolah yang dulu sering ia kunjungi. Bahkan Nora juga bertemu dengan penjaga pepustakaannya yang dulu, Mrs Elm.
Ternyata inilah perpustakaan tengah malam. Semacam area antara hidup dan mati. Tempat yang bisa membuatnya menjelajahi realitas alternatif atas pilihan hidupnya yang dianggap gagal.
Sayangnya setiap kali mencoba kehidupan yang baru, Nora selalu merasa kecewa dan akhirnya kembali lagi ke perpustakaan.
Kemudian Nora mencoba lagi kehidupan lainnya, merasa kecewa dan akhirnya kembali ke perpustakaan. Hmmmm…
Apakah Nora akan mendapatkan kehidupan yang membuatnya bahagia?
Satu perpustakaan. Tak terhitung banyaknya kehidupan. Satu pilihan bisa mengubah segalanya. Tapi… apakah hidup yang sempurna benar-benar ada?
Hal Yang Menarik Dari The Midnight Library
Sekalipun alur ceritanya maju mundur, tapi saya tidak merasa bosan. Di beberapa bagian, ceritanya repetitif namun setiap potongan cerita masa lalu Nora Seed sangat menarik. Dan cerita-cerita itu kemudian menghubungkan rangkaian kehidupan tokoh utama.
Nora yang penuh empati. Nora yang sangat sensitif. Dan Nora yang seringkali terjebak dalam ekspektasi orang lain. Mungkin karena banyak yang mengira Nora itu punya bermacam talenta sehingga orang-orang akan berpikir bahwa hidupnya pasti sukses.
Nyatanya dengan beberapa potensi (musisi, atlet renang, filsuf) yang ia punya, justru hidupnya terasa semakin membingungkan. Seringkali Nora tidak yakin terhadap dirinya sendiri.
Hmm..ada yang merasa related?
Namun justru hal ini membuat karakter Nora jauh lebih terasa sangat manusiawi dan menjadi kekuatan dari The Midnight Library.
Melalui novel inilah, sang penulis mencoba mengatakan bahwa setiap orang perlu memvalidasi diri dan emosinya. Sangat wajar jika seseorang merasakan berbagai hal dalam satu waktu yang sama. Kita hanya perlu waktu dan memproses diri hingga menemukan apa sesungguhnya keinginan diri.
Jadi meski buku ini memang bertema penyesalan namun pembaca diajak berpikir tentang makna hidup.
Pesan hidup dalam novel ini sangat menyentuh kan?
Penggunaan sudut pandang ketiga juga membuat pembaca seolah menjadi “teman” yang menyimak alur hidup tokoh utama. Seorang “teman” yang empati namun mampu melihat secara objektif.
Sudut pandang ini juga membantu membangun dunia perpustakaan tengah malam itu secara lebih luas—kita bisa merasakan suasana magisnya, karakter seperti Mrs. Elm, dan semua kemungkinan kehidupan yang Nora coba, tanpa terlalu terkurung dalam narasi “aku”.
Perpustakaan merupakan suaka kecil peradaban
Selain itu, perpustakaan sebagai tempat yang membuat kita bisa mencoba kehidupan alternatif sangat segar, filosofis dan imajinatif. Ini seperti lorong waktu yang ingin kita jelajahi satu per satu. Dan meski perpustakaan tengah malam terdengar sangat fantasi namun Matt Haig mampu menjelaskannya dengan bahasa sederhana. Pembaca tidak akan kebingungan dan susah payah menghidupkan perpustakaan tersebut di alam pikiran.
Ini juga berkat alih bahasa yang mampu menerjemahkan novel ini dengan sangat baik. Two Thumbs Up untuk penerjemah dan editor.