
#Description:
Title: Pengepungan Di Bukit Duri / The Siege At Thorn High (2025)
Casts: Morgan Oey, Omara Esteghlal, Hana Malasan, Endy Arfian, Fatih Unru, Dewa Dayana, Satine Zaneta, Faris Fadjar Munggaran, Florian Rutters, Farandika, Sandy Pradana, Millo Taslim, Bima Azriel, Sheila Kusnadi, Landung Simatupang, Lia Lukman, Kiki Narendra, Shindy Huang, Emir Mahira
Director: Joko Anwar
Studio: Come and See Pictures, Amazon Metro Goldwyn Mayer Studios
#Synopsis:
Tahun 2007, kerusuhan massal dengan skala nasional kembali terjadi. Aksi kekerasan, penjarahan dan kriminal lainnya dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Orang-orang keturunan China kembali menjadi sasaran para pelaku kriminal di tengah kerusuhan. Rumah dan toko-toko mereka dijarah dan dibakar. Yang lebih keji lagi, tak sedikit para perempuan keturunan China mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh para pelaku kerusuhan. Terulangnya kembali peristiwa kerusuhan ini menyebabkan Ibukota Jakarta menjadi kota yang tidak aman dan semakin rasis terhadap orang-orang keturunan China.
10 tahun berlalu, kondisi Jakarta semakin terpuruk. Demontrasi terjadi dimana-dimana, perilaku rasis dan diskriminasi terhadap orang-orang keturunan China terus terjadi, fasilitas umum semakin tidak terawat dan orang-orang pribumi semakin berkuasa. Salah orang keturunan China yang masih bertahan hidup setelah melewati semua peristiwa mengerikan itu adalah Edwin (Morgan Oey). Saat masih remaja, Edwin harus kehilangan rumah dan juga kedua orangtuanya yang menjadi korban kerusuhan massal. Tak hanya itu saja, kakak perempuan dari Edwin yaitu Silvi (Lia Lukman) pun menjadi korban kriminal kekerasan seksual yang menyebabkan kondisi kesehatannya semakin melemah.
Selama menjalani perawatan di rumah sakit, Silvi meminta bantuan pada Edwin untuk mencari anak kandungnya yang selama ini terpisah dan dibawa kabur oleh sang mantan suami. Satu-satunya petunjuk yaitu jika anaknya Silvi tinggal dan sekolah di wilayah timur Jakarta. Edwin pun bersedia membantu sang kakak dengan cara masuk ke beberapa sekolah yang ada di sana sebagai guru pengganti. Setelah mengajar di dua sekolah, Edwin belum bisa menemukan keberadaan keponakannya itu. Edwin kemudian pindah ke sekolah terakhir yaitu SMA Duri Jakarta yang selama ini dikenal sebagai sekolah pembuangan anak-anak nakal. Meskipun sangat berisiko tinggi, Edwin tetap nekat melamar sebagai guru disana.
Saat bertemu dengan kepala sekolah SMA Duri yaitu Pak Darmo (Landung Simatupang), Edwin diminta untuk berpikir dua kali mengingat ia adalah keturunan China. Pak Darmo khawatir akan mendapat perlakuan rasis dari para siswa yang ada di sekolahnya itu. Hal tersebut tak membuatnya takut, dengan track record sangat baik di sekolah-sekolah sebelumnya, Edwin yakin bisa mengajar para siswa di SMA Duri.
Hari pertama sebagai guru, Edwin dihadapkan dengan satu kelas yang sangat diskriminatif dan rasis terhadap orang-orang keturunan China. Para siswa benar-benar tidak menghormati Edwin sebagai guru di kelas. Edwin bersikap setenang mungkin agar tidak terpancing emosi. Saat memberikan materi pelajaran seni, Edwin dilempari balok kayu oleh salah satu siswa yang ada di kelas tersebut. Edwin sudah bisa menebak jika pelakunya adalah Jefri (Omara Esteghlal), siswa paling berandal, paling sering mendapat hukuman dari sekolah dan memiliki hubungan yang sangat buruk dengan kedua orangtuanya. Jefri terkejut saat gurunya itu mengetahui semua hal tentang dirinya. Setelah selesai mengajar, Edwin berpapasan dan berkenalan dengan guru lain di sekolah yaitu Diana (Hana Malasan).
Merasa dipermalukan di kelas, Jefri beserta teman-teman satu gengnya yaitu Gerry (Dewa Dayana), Dotty (Satine Zaneta), Reihan (Faris Fadjar Munggaran), Sim (Florian Rutters), Jay (Farandika) dan Santo (Raihan Khan) menyusun rencana untuk balas dendam terhadap Edwin. Sambil menunggu waktu yang tepat, Jefri dan teman-temannya ini juga sering melakukan aksi kriminal dan rasis yang sangat berlebihan di luar sekolah. Mereka tak segan menculik siswa-siswa keturunan China untuk disiksa beramai-ramai. Hal inilah yang membuat dua siswa yang ada di kelas yaitu Khristo (Endy Arfian) dan Rangga (Fatih Unru) memilih untuk tidak lagi menjadi bagian dari geng nya Jefri.
Saat waktu senggang, Edwin mencari ketenangan di bar chinatown yang tersembunyi khusus untuk orang-orang keturunan China. Selama berada disana, orang-orang keturunan China ini merasa lebih bebas dan juga aman dari incaran orang-orang yang berperilaku diskriminatif. Mendengar cerita Edwin dan chinatown tersebut membuat Diana penasaran. Ia ingin pergi kesana dengan ditemani Edwin agar bisa berbaur dan berinteraksi dengan orang-orang yang ada disana.
Waktu terus berlalu. Setelah beberapa hari mengajar di SMA Duri, Edwin merasa jika keponakannya yang selama ini ia cari adalah Khristo. Ia sangat yakin karena Khristo memiliki bakat menggambar persis seperti sang kakak yang punya hobi menggambar. Untuk memastikannya, Edwin menyusun rencana membawa Khristo, Rangga dan juga Diana datang ke sekolah saat akhir pekan. Edwin meminta bantuan kepada mereka untuk mendekorasi ruangan kelas dengan lukisan-lukisan para siswa yang sudah dibuat.
Saat Edwin, Diana, Khristo dan Rangga sedang sibuk menghias dinding kelas, terjadi kerusuhan massal di wilayah utara Jakarta. Siaran langsung di televisi menghimbau untuk seluruh warga untuk tetap di tempat yang aman dan tidak berkeliaran di luar karena dikhawatirkan kerusuhan massal makin meluas ke seluruh wilayah Jakarta. Disaat yang bersamaan, SMA Duri didatangi juga oleh geng nya Jefri. Mereka menuntut balas dendam kepada Edwin. Rangga ketakutan saat melihat Jefri dan teman-temannya berjalan masuk ke dalam sekolah sambil membawa banyak alat-alat berbahaya. Ia berlari dan memberitahukan pada Edwin, Khristo dan juga Diana. Mereka berempat lalu bersembunyi dan terjebak di ruang aula sekolah. Untuk meminta bantuan di luar sekolah pun mereka kesulitan karena pihak sekolah memasang blokir sinyal komunikasi. Bagaimana nasib Edwin, Khristo, Rangga dan Diana selanjutnya?
#Review:
Sutradara Joko Anwar kembali hadir memeriahkan bioskop Indonesia dengan karya terbarunya yang kali ini bukan bergenre horror. Menariknya, film yang berjudul PENGEPUNGAN DI BUKIT DURI (2025) ini berkolaborasi dengan salah satu rumah produksi besar asal Hollywood yaitu MGM Studios sebagai distributor resmi secara global. Film ini pun cukup diantisipasi kehadirannya oleh para pecinta film Indonesia mengingat film-film layar lebar dari Joko Anwar selalu berhasil memancing penasaran dan juga diskusi intens di jagat perfilman Indonesia.

Untuk segi cerita, film PENGEPUNGAN DI BUKIT DURI (2025) ini mengangkat issue tentang kerusuhan massal serta perilaku diskriminatif dan rasis terhadap orang-orang yang memiliki keturunan China. Tak tanggung-tanggung, Joko Anwar berhasil menampilkan visual dari tragedi mengerikan tersebut secara gamblang dan juga brutal. Maka tak heran, film ini memberikan peringatan Trigger Warning serta kebijakan dari para penontonnya sebelum memutuskan untuk menonton film ini sampai selesai. Paruh awal film, harus diakui level chaos kerusuhannya sukses ditampilkan dengan skala yang besar. Penonton bisa melihat secara gamblang situasi darurat Ibukota Jakarta versi dystopia yang bisa saja (amit-amit) terjadi dalam waktu dekat sesuai setting waktu yang digunakan film ini. Konsistensi Joko Anwar dalam urusan production design, artistik dan sinematografi memang tak pernah mengecewakan di setiap film yang ia sutradarai. Hal tersebut bisa penonton temukan lagi di film PENGEPUNGAN DI BUKIT DURI (2025). Visualisasi Jakarta dystopia dengan transportasi umum yang kotor, gedung, pasar dan bangunan banyak yang rusak serta dipenuhi coretan-coretan rasisme, kemudian terowongan ikonik terminal Blok M disulap menjadi kawasan tersembunyi china town sukses membuatku terpukau. Namun sayang, saat menuju pertengahan film, plot yang sudah berskala masif di awal film tadi, tiba-tiba mengerucut menjadi sempit dan berpindah fokus kepada cerita aksi dua kubu yang berseteru di lingkungan sekolah. Untuk urusan intensitas ketegangan, Joko Anwar memang tak pernah gagal dalam menjaga keseruan filmnya. Adrenaline penonton dikuras sampai bisa merasakan kepanikan, ikutan bingung, stress dan energi habis saat karakter Edwin, Khristo, Rangga dan Diana terjebak di aula sekolah. Moment kucing-kucingan serta strategi cerdik antara protagonis dan antagonis pun meningkatkan level keseruan dari film ini. Treatment tersebut turut didukung pula oleh pergerakan kamera khas dari sang sutradara yang semakin membuat greget penonton di bioskop. Kehadiran plot twist yang muncul dalam film ini, cukup mengganjal bagiku setelah selesai menonton. Selain lumayan predictable dari awal, motif yang dilakukan karakter antagonis disini jadi agak rancu.
**SPOILER ALERT, START**
Di bagian akhir film terkuak jika keponakan yang dicari Edwin selama ini adalah Jefri. Hal tersebut ketahuan setelah video rekaman Jefri menghabisi siswa keturunan China bernama Edo yang diterima oleh ponselnya Edwin dari Khristo. Dalam rekaman tersebut, Jefri mengatakan jika dirinya memang memiliki keturunan China dari ibunya yang diperkosa saat tragedi kerusuhan tahun 2007. Lantas, motif apa yang mendasari Jefri sangat membenci Edo dan orang-orang keturunan China? Padahal ia sendiri sudah menyadari punya keturunan China dalam dirinya? Apakah selama dibesarkan oleh ayah angkatnya berdasarkan cerita dari Ibu Diana, sosok Jefri diajarkan untuk membenci orang-orang keturunan China? Di film ini tidak mendapatkan kejelasan yang pasti tentang motif dari Jefri yang sangat beringas dan kejam terhadap orang-orang keturunan China.
**SPOILER ALERT, FINISH**
Andai saja, plot twist tersebut bisa dijelaskan dengan maksimal atau dihilangkan saja sekalian, jadi murni aja diskriminatif dan rasisme banget karakter antagonis nya pasti lebih reasonable. Terlepas dari plot hole yang mengganjal tersebut, film PENGEPUNGAN DI BUKIT DURI (2025) punya serangkaian adegan action yang sangat mencengangkan! Suprisingly, Joko Anwar membuktikan kembali dalam menangani adegan action yang jauh lebih keren, proper sekaligus brutal. Tingkat keseruan actionnya semakin ugal-ugalan saat satu persatu dari mereka menemukan ajalnya. Rasa puas dan sekaligus lega benar-benar dirasakan oleh penonton wkwkw.

Meskipun karakterisasi antara antagonis dan protagonis nya yang sangat kontras, film PENGEPUNGAN DI BUKIT DURI (2025) juga tetap memperlihatkan sisi manusiawi nya. Karakter Edwin yang dimainkan dengan sangat luar biasa oleh Morgan Oey mampu menjaga emosi serta batasan-batasan dirinya saat melawan geng Jefri, mengingat dirinya adalah seorang guru. Setiap adegan perkelahian antara Edwin dengan geng Jefri selalu memperlihatkan ia tak selalu menyerang lebih dulu. Big applause selanjutnya wajib diberikan pada Omara Esteghlal yang berhasil bertransformasi menjadi sosok bocil kematian tanpa ampun. Tak heran jika semua penonton pasti ikutan sumpah serapah melihat setiap kelakuan karakter Jefri di film ini. Jajaran pemeran pendukung lainnya juga tak kalah mencuri perhatian seperti anggota geng Jefri yang sangat bermulut kotor di setiap waktu. Aura bengis, belagu, songong, jahat dan sesekali bodohnya benar-benar keterlaluan. Penampilan Endy Arfian, Fatih Unru, Hana Malasan hingga Kiki Narendra pun semakin menambah sisi emosional penonton. Andai saja mereka berempat mendapat kesempatan untuk fighting ugal-ugalan pasti akan lebih memukau lagi.
Overall, film PENGEPUNGAN DI BUKIT DURI (2025) berhasil melakukan reka ulang tragedi memilukan tentang kerusuhan masal dengan treatment yang brutal sekaligus mengguncang psikologis. Jangan sampai terjadi dan terulang kembali di kehidupan nyata. Sungguh mengerikan!
[8.5/10Bintang]