Berikut adalah karya tulis kami yang berjudul “Masjid Agung Jawa Tengah Sebagai Akulturasi Kebudayaan Asing dan Kebudayaan Nusantara” yang digunakan dan diajukan untuk memenuhi salah satu tugas akhir semester genap kenaikan kelas tahun ajaran 2017/2018 di SMAN 4 Kabupaten Tangerang:
Karya tulis yang berjudul “Masjid Agung Jawa Tengah Sebagai Akulturasi Kebudayaan Asing dan Kebudayaan Nusantara” ini membahas banyak hal tentang Masjid Agung Jawa Tengah, serta perkembangannya dari tahun ke tahun.
Tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk memenuhi tugas akhir Semester Genap dan kenaikan kelas tahun ajaran 2017/2018, serta memberikan gambaran bagi pembaca tentang wujud arsitektur, bentuk akulturasi, dan sejarah berdirinya Masjid Agung Jawa Tengah.
Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah dengan melakukan pengamatan secara langsung dengan mengunjungi Masjid Agung Jawa Tengah dalam perjalanan Study Tour. Selain itu, untuk memperkaya data-data yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas, penulis melakukan metode studi pustaka dengan membaca literatur dari beberapa buku ataupun dokumen yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dan dari media elektronik seperti internet.
Berdasarkan hasil observasi dan studi pustaka, Masjid Agung Jawa Tengah memiliki keistimewaan yaitu mempunyai perpaduan arsitektur dari tiga budaya, yaitu budaya Jawa, Timur Tengah, serta Romawi. Dengan keistimewaan tersebut, Masjid Agung Jawa Tengah menjadi salah satu Masjid di Indonesia yang sering dikunjungi para wisatawan untuk wisata religi.
Guru Pembimbing 1 Guru Pembimbing 2
NIP: NIP:
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillahirabbil’alamin segala puji bagi Allah SWT, yang telah meridhoi kami dalam menyelesaikan karya tulis ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penulis tidak akan sanggup menyelesaikan karya tulis ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta Nabi Muhammad SAW.
Karya tulis ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuan tentang Masjid Agung Jawa Tengah, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi. Karya tulis ini disusun oleh penulis dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penulis maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT, akhirnya karya tulis ini dapat diselesaikan dengan mudah.
Karya tulis ini memuat tentang “Akulturasi Kebudayaan Masjid Agung Jawa Tengah” yang sangat berguna bagi pembaca. Walaupun karya tulis ini mungkin kurang sempurna, tapi juga memiliki detail tentang Masjid Agung Jawa Tengah yang cukup jelas bagi pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada guru pembimbing yaitu Ibu Samsaroh S.Pd dan Bapak Drs. Koswara yang telah membimbing kami agar dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun karya tulis dengan baik dan lancar.
Semoga karya tulis ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Kami menyadari bahwa karya tulis ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penulis memohon kepada para pembaca untuk memberikan kritik beserta sarannya. Terima kasih. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Tangerang,18 Mei 2018
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK………………………………………………………………………………………………………….i
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………………………………………..ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN…………………………………………………………………………iii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………………..iv
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………….v
BAB I : PENDAHULUAN……………………………………………………………………………….1
1.1. Latar Belakang Masalah……………………………………………………………………..1
1.2. Rumusan Masalah……………………………………………………………………………. 2
1.3. Tujuan Penelitian………………………………………………………………………………3
1.4. Manfaat Penelitian…………………………………………………………………………….3
BAB II : KERANGKA TEORI…………………………………………………………………………4
2.1. Masjid……………………………………………………………………………………………..4
2.1.1. Pengertian Masjid………………………………………………………………………..4
2.1.2. Fungsi Masjid……………………………………………………………………………..4
2.2. Akulturasi………………………………………………………………………………………..6
2.2.1. Pengertian Akulturasi…………………………………………………………………..6
2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Akulturasi………………………………..8
2.3. Kebudayaan……………………………………………………………………………………..9
2.3.1. Pengertian Kebudayaan………………………………………………………………..9
2.3.2. Unsur-Unsur Kebudayaan,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,10
BAB III : METODE PENELITIAN………………………………………………………………….14
3.1. Metode Pengumpulan Data……………………………………………………………….14
3.2. Waktu dan Tanggal Penelitian…………………………………………………….14
BAB IV : PEMBAHASAN……………………………………………………………………………..15
4.1. Sejarah Berdirinya Masjid Agung Jawa Tengah…………………………………..15
4.2. Wujud Arsitektur Masjid Agung Jawa Tengah Secara Keseluruhan…… 19
4.3. Bentuk Akulturasi pada Arsitektur Masjid Agung Jawa Tengah…………….21
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………………………….23
5.1. Kesimpulan……………………………………………………………………………………..23
5.2. Saran………………………………………………………………………………………………23
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………..24
LAMPIRAN-LAMPIRAN……………………………………………………………………………………28
BIOGRAFI PENULIS………………………………………………………………………………………….36
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia telah memberikan pengaruh pada alam pikiran dan pola kehidupan masyarakat. Pengaruh tersebut tidak hanya terbatas pada bidang spiritual saja, tetapi juga dalam wujud tatanan sosial dan kreativitas budaya yang dilakukan oleh masyarakat. Salah satu bentuk pengaruh itu ditandai dengan adanya seni arsitektur Islam berupa bangunan masjid.
Kata masjid berasal dari kata pokok dasar “sujud”, sedangkan pengertian sujud dalam Islam adalah kepatuhan atau ketundukan yang dilakukan dengan penuh kekhidmatan sebagai seorang muslim atau hamba Tuhan. Selain itu, masjid juga bisa diartikan sebagai suatu bangunan yang berfungsi untuk melakukan ibadah bagi orang Islam baik itu dilakukan secara sendiri maupun berkelompok.
Bangunan masjid merupakan salah satu wujud penampilan budaya Islam. Masjid muncul sebagai pusat kegiatan Islam, yang merupakan perpaduan dari fungsi bangunan sebagai unsur arsitektur Islam yang berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang diperintahkan oleh Tuhan sebagai tempat pelaksanaan ajaran Islam, dengan bangunan sebagai ungkapan tertinggi dari nilai-nilai luhur suatu kehidupan manusia yang juga melaksanakan ajaran Islam. Maka tampillah arsitektur masjid dengan segala kelengkapannya, dengan bentuk gaya, corak, dan penampilannya dari setiap kurun waktu, setiap daerah, lingkungan kehidupan dengan adat dan kebiasaan, serta latar belakang manusia yang menciptakannya.
Bentuk bangunan masjid di Indonesia dari bentuk semula yang sederhana berupa musholla, langgar, atau surau kemudian mengalami perkembangan bentuk yang lebih sempurna. Perkembangan Islam di Indonesia banyak mewariskan peninggalan bersejarah antara lain masjid-masjid lama. Masjid-masjid lama ini berkembang dari waktu ke waktu menjadi masjid yang memiliki unsur modern, sebagai contoh Masjid Agung Jawa Tengah yang terletak di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Masjid Agung Jawa Tengah mulai dirancang pada tanggal 6 Juni 2001 dengan keputusan pokok yang sudah ditentukan yaitu status tanah, persetujuan pembiayaan dari APBD oleh DPRD Jawa Tengah, serta pemilihan lahan tapak dan program ruang. Kemudian pada tahun 2002, dimulai pembangunan dengan peletakan batu pertama sebagai rasa syukur terhadap kembalinya tanah wakaf. Setelah itu, pembangunan selesai pada 2006 sebelum diresmikan oleh Presiden Indonesia keenam, Susilo Bambang Yudhoyono.
Pada bidang arsitektur, Masjid Agung Jawa Tengah merupakan suatu karya seni yang memperlihatkan seni arsitektur dari kebudayaan dalam dan luar yang mempengaruhinya. Pada bangunan Masjid Agung Jawa Tengah terdapat corak arsitektur dari kebudayaan Nusantara yaitu pengaruh budaya Jawa, dan corak arsitektur dari kebudayaan asing yaitu pengaruh budaya Timur Tengah (Arab Saudi) dan Romawi (Yunani).
Memperhatikan gambaran umum dari berbagai bentuk masjid yang ada di setiap daerah, dapat diketahui bahwa masjid di daerah tertentu mempunyai ciri khas arsitektur yang berbeda. Masing-masing masjid memiliki keunikan tersendiri, dari sekian banyak masjid di Indonesia yang memiliki keunikan dan ciri khas, salah satunya adalah Masjid Agung Jawa Tengah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, penulis membuat rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian/penulisan selanjutnya. Adapun rumusan masalah yang dikaji dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1). Bagaimana sejarah berdirinya Masjid Agung Jawa Tengah?
2). Bagaimana wujud arsitektur Masjid Agung Jawa Tengah secara keseluruhan?
3). Bagaimana bentuk akulturasi pada arsitektur Masjid Agung Jawa Tengah?
1.3 Tujuan Penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat memenuhi tujuan sebagai berikut:
1). Mengetahui sejarah berdirinya Masjid Agung Jawa Tengah.
2). Mengetahui wujud arsitektur Masjid Agung Jawa Tengah secara keseluruhan.
3). Mengetahui bentuk akulturasi pada arsitektur Masjid Agung Jawa Tengah.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini pada dasarnya tetap terkait dengan tujuan penelitian ini sendiri. Adapun manfaatnya sebagai berikut:
1). Secara teoritis memperkaya khazanah ilmu pengetahuan mengenai sejarah dan kebudayaan Islam serta peninggalannya di Jawa Tengah yang harus dilestarikan keberadaannya, khususnya Masjid Agung Jawa Tengah yang merupakan salah satu perwujudan seni budaya Islam.
2). Secara praktis untuk menambah bahan informasi bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya yang ingin mengetahui sejarah Masjid Agung Jawa Tengah dan bentuk perpaduan dari arsitektur Masjid Agung Jawa Tengah.
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Masjid
2.1.1 Pengertian Masjid
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Masjid diartikan sebagai rumah atau bangunan tempat bersembahyang umat Islam. Arti ini memang terlalu sempit dan kurang begitu jelas maknanya, sebab kalau hanya tempat yang dipakai untuk sembahyang umat Islam, tentunya bisa musholla, langgar, dan sebagainya yang bisa digunakan untuk sembahyang umat Islam.
Menurut Sidi Galzaba, masjid secara harfiah adalah tempat sembahyang, tetapi dalam bahasa Arab berarti tempat untuk bersujud. Akar kata dari masjid adalah sajada yang berarti sujud atau tunduk, karena itu masjid memiliki makna lebih luas, sebab dimanapun umat Islam bisa melakukan sujud dan penghambaan kepada Allah swt.
Maka sujud dalam pengertian lahir berarti gerakan dan sujud dalam pengertian batin adalah pengabdian, maka pengabdian memang akan lebih luas maknanya dibanding sekedar tempat sujud, sehingga masjid sebagai salah satu tempat sujud juga bisa memiliki makna lebih luas bukan sekedar tempat sembahyang saja sebagaimana kebanyakan umat Islam memahami dan mempersepsi saat ini.
2.1.2 Fungsi Masjid
Jika sedikit mengulas Masjid pada zaman Rasulullah SAW saat terjadinya perang badar, masjid digunakan sebagai tempat berlatih disiplin, baik dengan latihan ibadah, musyawarah, fisik, dan sebagainya. Ketika usai perang badar, masjid beralih fungsi sebagai tempat penampungan tawanan perang, kegiatan kuttab (sebuah kegiatan baca tulis) dilakukan sebagai bentuk tebusan kemerdekaan bagi tawanan perang badar.
Dalam penjelasan mengenai arti dari peran Masjid jika dilihat dari apa yang telah terjadi pada zaman dahulu, masjid merupakan simbol Islam secara fisik dan tampak. Memaknai tentang masjid, Kuntowijoyo berpendapat bahwa “Masjid adalah sebuah simbol dari agama yang bisa menjadi Transformative Capacity dari agama Islam seperti yang telah jelas terdapat dalam buku sejarah Islam, baik secara sosial, maupun budaya”.
Maka dari hal diatas, dapat menunjukkan bahwa masjid merupakan tempat yang berfungsi untuk melangsungkan berbagai macam aktivitas seperti ibadah, kegiatan keagamaan, kemasyarakatan, dan juga sebagai tempat untuk mensyiarkan dakwah Islam, meningkatkan semarak keagamaan untuk mengabdi kepada Allah SWT, sehingga partisipasi dan tanggung jawab umat Islam terhadap pembangunan bangsa akan lebih besar.
Bagi seluruh umat Islam, masjid merupakan salah satu tempat yang berpengaruh dalam proses pengembangan pengetahuan keagamaan, dengan demikian masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat yang hanya menitikberatkan kepada akhirat, tetapi memperpadukan antara aktivitas dunia dan akhirat, sedangkan tujuan dari keberadaan sebuah masjid tidak lain yaitu memberikan wadah untuk masyarakat dalam mengembangkan diri, baik dari segi kehidupan maupun keagamaan.
Dari uraian penjelasan sebelumnya dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa, agama merupakan suatu hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia, sedangkan masjid sendiri hanyalah sebuah wadah yang berperan dalam mengembangkan nilai keagamaan itu sendiri. Kemudian dalam hal ini beberapa aktivitas keagamaan di masjid yang menyangkut dari peran masjid mengembangkan keagamaan masyarakat dari segi peribadahan:
a. Masjid merupakan tempat kaum muslimin beribadah kepada Allah SWT.
b. Masjid merupakan tempat kaum muslimin mendekatkan diri kepada Allah SWT.
c. Masjid merupakan tempat kaum muslimin ber-I’tikaf, membersihkan diri, dan mensucikan batin untuk membina kesadaran dan mendapat pengalaman batin/keagamaan sehingga selalu terpelihara keseimbangan jiwa dan raga serta keutuhan kepribadian.
d. Masjid merupakan tempat bermusyawarah kaum muslimin guna memecahkan masalah yang timbul di masyarakat.
e. Masjid merupakan tempat kaum muslimin berkonsultasi, mengajukan permasalahan, meminta bantuan, dan pertolongan.
f. Masjid merupakan tempat membina keutuhan ikatan jamaah dan gotong royong dalam mewujudkan kesejahteraan bersama.
g. Masjid dan majlis ta’limnya merupakan tempat untuk meningkatkan kecerdasan dan pengetahuan Islam. Dari kegiatan ta’lim terdapat beberapa hal yang terkandung di dalamnya, antara lain:
1. Al-Khair (Kebaikan), agar senantiasa berjalan di atas petunjuk Allah SWT. dengan melakukan ajaran Islam.
2. Menyeru berbuat ma’ruf, mengajak melakukan hal-hal baik sesuai syariat Islam.
3. Melarang berbuat munkar, dengan mencegah dilakukannya segala yang diingkari (ditolak) karena dianggap buruk menurut Islam dalam segala bidang kehidupan.
h. Masjid merupakan tempat untuk pembinaan dan pengembangan kader pimpinan umat.
i. Masjid merupakan tempat untuk mengumpulkan dana, menyimpan, dan membagikannya.
2.2 Akulturasi
2.2.1 Pengertian Akulturasi
Secara umum, pengertian akulturasi adalah perpaduan budaya yang kemudian menghasilkan budaya baru tanpa menghilangkan unsur-unsur asli dalam budaya tersebut. Misalnya, proses percampuran dua budaya atau lebih yang saling bertemu dan berlangsung dalam waktu yang lama sehingga bisa saling mempengaruhi.
Menurut Koentjaraningrat, akulturasi adalah proses sosial yang terjadi apabila kelompok sosial dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada kebudayaan asing yang berbeda. Syarat terjadinya proses akulturasi adalah adanya persenyawaan (affinity) yaitu penerimaan kebudayaan tanpa rasa terkejut, kemudian adanya keseragaman (homogenity) seperti nilai baru yang tercerna akibat keserupaan tingkat dan corak budayanya.
Menurut Redfield, Linton, dan Herskovits (dalam S.J, 1984) akulturasi memahami fenomena yang terjadi ketika kelompok individu yang memiliki budaya yang berbeda datang ke budaya lain kemudian terjadi kontak berkelanjutan dari sentuhan yang pertama dengan perubahan berikutnya dalam pola kultur asli atau salah satu dari kedua kelompok.
Menurut Social Science Research Council (1954), akulturasi merupakan perubahan budaya yang diawali dengan bergabungnya dua atau lebih budaya yang berdiri sendiri. Perubahan akulturatif mungkin merupakan konsekuensi langsung dari perubahan budaya, mungkin disebabkan oleh faktor non-budaya, seperti ekologi atau modifikasi demografi yang disebabkan oleh budaya yang bertumpang-tindih, mungkin juga terhambat, seperti penyesuaian internal terhadap penerimaan sifat-sifat atau pola asing, atau mungkin bentuk reaksi adaptasi dari model hidup secara tradisional.
Menurut Graves (1967), akulturasi merupakan suatu perubahan yang dialami oleh individu sebagai hasil terjadinya kontak dengan budaya lain, dan sebagai hasil dari keikutsertaan dalam proses akulturasi yang sedang dijalani oleh budaya dan kelompok etnisnya. Perubahan yang terjadi pada tingkatan ini terlihat pada identitas, nilai-nilai, dan perilaku.
Akulturasi menurut Organization for Migration (2004) merupakan adaptasi progresif seseorang, kelompok, atau kelas dari suatu budaya pada elemen-elemen budaya asing (ide, kata-kata, nilai, norma, perilaku).
2.3 Kebudayaan
2.3.1 Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1990: 180). Salah satu unsur kebudayaan adalah sistem religi yang di dalamnya terkandung agama dan kepercayaan.
Pernyataan Krober dan Kluckholn (Alisjahbana, 1986: 207-208), definisi kebudayaan dapat digolongkan menjadi 7 hal, yaitu:
1. Kebudayaan sebagai keseluruhan hidup manusia secara kompleks, meliputi hukum, seni, moral, adat istiadat, dan segala kecakapan lain, yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2. Menekankan sejarah kebudayaan, yang memandang kebudayaan sebagai warisan tradisi.
3. Menekankan kebudayaan yang bersifat normatif, yaitu kebudayaan dianggap sebagai cara dan aturan hidup manusia, seperti cita-cita, nilai, dan tingkah laku.
4. Pendekatan kebudayaan dari aspek psikologis, kebudayaan sebagai langkah penyesuaian diri manusia kepada lingkungan sekitarnya.
5. Kebudayaan dipandang sebagai struktur, yang membicarakan pola-pola dan organisasi kebudayaan serta fungsinya.
6. Kebudayaan sebagai hasil perbuatan atau kecerdasan.
7. Definisi kebudayaan yang tidak lengkap dan kurang bersistem.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan dalam menyelesaikan karya tulis ini, penulis menggunakan beberapa metode penelitian. Adapun metode yang digunakan antara lain:
A. Observasi
Metode Observasi adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan terhadap objek, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam hal ini penulis menggunakan metode ini untuk mengumpulkan data-data dengan mengamati secara langsung terhadap objek yang diteliti dengan cara mendatangi lokasi penelitian yaitu di Masjid Agung Jawa Tengah. Observasi pada penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan fokus penelitian.
B. Studi Pustaka
Studi Pustaka merupakan metode pengumpulan data yang diarahkan kepada pencarian data dan informasi melalui dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, foto-foto, gambar, maupun dokumen elektronik yang dapat mendukung proses penulisan.
Penulis menggunakan metode ini untuk melakukan pengumpulan data dan informasi dengan bantuan berbagai material seperti buku, literatur, catatan, artikel, dan browsing internet yang berkaitan dengan Masjid Agung Jawa Tengah.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Sejarah Berdirinya Masjid Agung Jawa Tengah
Keberadaan Masjid Agung Jawa Tengah ini tak lepas dari Masjid Agung Kauman Semarang. Pembangunan Masjid Agung Jawa Tengah dilatarbelakangi dengan kembalinya tanah banda (harta) wakaf milik Masjid Agung Kauman Semarang yang telah sekian lama tak tentu rimbanya. Kembalinya banda wakaf Masjid Agung Kauman Semarang menjadi momentum sejarah yang penting bagi masyarakat muslim Semarang. Momentum kembalinya banda wakaf tersebut menjadi titik klimaks perjuangan masyarakat muslim Semarang dalam menyelesaikan masalah yang sebenarnya telah muncul sejak tahun 1980.
Raibnya banda wakaf Masjid Agung Kauman Semarang berawal dari proses tukar guling tanah wakaf Masjid Agung Kauman seluas 119.127 ha yang dikelola oleh BKM (Badan Kesejahteraan Masjid) bentukan Bidang Urusan Agama Depag Jawa Tengah. Dengan alasan tanah itu tidak produktif, oleh BKM tanah itu di tukar guling dengan tanah seluas 250 ha di Demak lewat PT. Sambirejo, kemudian berpindah tangan ke PT. Tensindo milik Tjipto Siswoyo.
Pada tanggal 6 Juni 2001, Gubernur Jawa Tengah membentuk Tim Koordinasi Pembangunan Masjid Agung Jawa Tengah yang terdiri atas unsur Pemerintahan Propinsi, Majelis Ulama Indonesia, Masjid Agung Kauman Semarang, Departemen Agama, Departemen Pekerjaan Umum, Organisasi Kemasyarakatan Islam, Pemerintah Kota, dan Cendekiawan untuk menangani masalah-masalah baik yang mendasar maupun teknis. Tim Koordinasi Pembangunan ini yang kemudian lebih dikenal sebagai Panitia Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), bekerja keras menanggulangi masalah-masalah baik yang mendasar maupun teknis. Berkat niat yang luhur dan silaturahmi yang erat, dalam waktu kerja yang amat singkat keputusan-keputusan pokok sudah dapat ditentukan: status tanah, persetujuan pembiayaan dari APBD oleh DPRD Jawa Tengah, serta pemiilhan lahan tapak dan program ruang. Masjid Agung Jawa Tengah sendiri dibangun di atas salah satu petak tanah banda wakaf Masjid Agung Kauman Semarang yang telah kembali tersebut adalah pemilihan lahan tapak yang banyak disoroti masyarakat, karena membutuhkan luas lahan 10 hektar. Padahal tanah wakaf yang dikembalikan ke Masjid Agung Kauman Semarang terdiri atas 6 blok terpisah-pisah, dan hanya satu yang ukurannya cukup luas mencapai 10 hektar. Yakni lahan berlokasi di Jl. Gajah yang berjarak sekitar 800 m dari Jl. Arteri Soekarno Hatta yang merupakan jalan raya.
Masjid Agung Jawa Tengah diresmikan pada tanggal 14 November 2006 oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono dengan menekan tombol sirine dan penandatanganan replika prasasti, sedangkan prasati yang asli sudah dipasang secara permanen di halaman depan masuk Masjid setinggi 3,2 meter dengan berat 7,8 ton. Bahannya dari batu alam yang diambil dari lereng Gunung Merapi, Kabupaten Magelang, Jateng. Prasasti ini dipahat Nyoman M. Alim yang juga dipercaya membuat miniatur candi Borobudur yang ditempatkan di Minimundus Vienna, Austria, pada tahun 2001. Usai peresmian, Presiden beserta Ibu Negara dan rombongan terbatas mengadakan peninjauan ke dalam Masjid dan melihat maket serta fasilitas yang dimiliki, dipandu Ahmad Fatani selaku desainer dari Masjid ini.
Akhirnya umat Islam di Jawa Tengah patut berbangga bahwa pada akhirnya mereka dapat memiliki Masjid Agung yang megah dan indah, sarat keistimewaan dibanding Masjid-masjid lain, yakni Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) yang terletak di Jl. Gajah Raya Kelurahan Sambirejo Kota Semarang itu. Hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak para ulama, kyai, cendekiawan, dan umat Islam untuk menjadikan Masjid Agung Jawa Tengah sebagai pusat keunggulan dakwah dan syiar Islam. Hal itu disampaikan Presiden dalam sambutannya ketika meresmikan Masjid Agung Jawa Tengah. Hadir pula Menteri Agama Maftuh Basyuni, Mendagri M. Ma’ruf, dan Gubernur Jateng Mardiyanto.
4.2 Wujud Arsitektur Masjid Agung Jawa Tengah Secara Keseluruhan
Desain arsitektur Masjid Agung Jawa Tengah dibuat oleh Ahmad Fanani, arsitek senior lulusan UGM, yang memenangkan sayembara desain Masjid Agung Jawa Tengah pada 28 November 2001. Bangunan utama masjid beratap limas khas bangunan Jawa namun dibagian ujungnya dilengkapi dengan kubah besar berdiameter 20 meter ditambah lagi dengan 4 menara yang masing-masing setinggi 62 meter ditiap penjuru atapnya sebagai bentuk bangunan masjid universal Islam lengkap dengan satu menara terpisah dari bangunan masjid setinggi 99 meter. Masjid Agung Jawa Tengah ini selain disiapkan sebagai tempat ibadah, juga dipersiapkan sebagai objek wisata religius. Untuk menunjang tujuan tersebut, Masjid Agung Jawa Tengah ini dilengkapi dengan wisma penginapan dengan kapasitas 23 kamar berbagai kelas, sehingga para peziarah yang ingin bermalam bisa memanfaatkan fasilitas.
Daya tarik lain dari masjid ini adalah Menara Al-Husna yang tingginya 99 meter. Bagian dasar dari menara ini terdapat Studio Radio DAIS (Dakwah Islam) dengan frekuensi siaran 107,9 FM yang diresmikan pada Sabtu, 23 September 2006 dan Pemancar TVKU (Televisi Kampus Universitas Dian Nuswantoro), sedangkan di lantai 2 dan 3 digunakan sebagai Museum Kebudayaan Islam, dan di lantai 18 terdapat kafe muslim yang dapat berputar 360 derajat. Lantai 19 untuk menara pandang, dilengkapi 5 teropong yang bisa melihat kota Semarang. Pada awal Ramadhan 1427 H lalu, teropong di masjid ini pertama kalinya digunakan untuk melihat Rukyatul Hilal oleh Tim Rukyah Jawa Tengah dengan menggunakan teropong canggih dari Belanda.
Masjid Agung Jawa Tengah mempunyai gerbang yang mirip dengan Colosseum khas Eropa, mengelilingi bagian depan masjid seolah menyambut wisatawan yang datang dengan kaligrafi bertuliskan surat Al-Mukmin ayat 1-5, sedangkan jika dilihat dari sisi dalam gerbang, yang tertulis merupakan Asmaul-Husna dan surat Al-Fatihah sebagai pembuka.
Di dalam gerbang yang melingkar itu, berdiri tegak ikon masjid ini yang identik dengan Masjid Nabawi di Madinah yaitu enam payung raksasa yang menandakan gaya bangunan juga mengadopsi masjid di Timur Tengah, lengkap dengan pelataran masjid yang luas. Pelataran ini menjadi tempat bermain untuk anak, berfoto di depan kemegahan masjidnya, hingga acara-acara keagamaan yang bersifat luar ruang.
Masjid Agung Jawa Tengah memiliki ornamen bangunan seperti yang ada di rumah adat Jawa. Ukiran-ukiran kayu klasik, tersebar di berbagai sudut ruangan, pintu, dan jendelanya. Inilah bagian dari bangunan yang mengadopsi budaya Jawa. Selain ukiran kayu, arsitektur gaya Jawa juga terlihat di jendela dan pintu-pintu masjid yang lebar nan besar. Terdapat juga Al-Qur’an raksasa dan bedug raksasa yang berukuran sekitar 3 x 2 meter.
4.3 Bentuk Akulturasi Pada Arsitektur Masjid Agung Jawa Tengah
Akulturasi adalah perpaduan budaya yang kemudian menghasilkan budaya baru tanpa menghilangkan unsur-unsur asli dalam budaya tersebut. Contohnya pada Masjid Agung Jawa Tengah yang memiliki corak baru dari budaya asing dan lokal tetapi tidak menghilangkan unsur-unsur aslinya. Masjid Agung Jawa Tengah memiliki bentuk akulturasi yang memadukan gaya bangunan Jawa, Timur Tengah (Arab), dan Romawi (Eropa).
Gerbang Al-Qanatir di Masjid Agung Jawa Tengah memiliki 25 pilar megah berwarna ungu dengan gaya khas Romawi. Pilar-pilarnya yang menyerupai Colosseum di Roma ini dihiasi dengan kaligrafi-kaligrafi indah berlafalkan Islam, menyimbolkan 25 Nabi dan Rasul, di gerbang ditulis dua kalimat syahadat, pada bidang datar tertulis huruf Arab Melayu “Sucining Guno Gapuraning Gusti”.
Bangunan masjid juga terdapat 6 payung raksasa dengan tinggi masing-masing 20 meter dan bentangan payung sehingga 14 meter. Payung di Masjid Agung Jawa Tengah dibuat sebagai atap kala jumlah jamaah tengah meluap. Waktu dibukanya payung hidrolik ini setiap shalat Jum’at, hari Sabtu, hari Minggu, dan setiap ada acara besar. Payung-payung hidrolik ini menyerupai payung hidrolik yang berada di Masjid Nabawi Madinah.
Arsitektur gaya Jawa terlihat pada ornamen-ornamen bangunan Masjid Agung Jawa Tengah. Masjid Agung Jawa Tengah ini memiliki atap bersusun dengan bentuk limasan yang menyerupai atap Masjid Agung Jawa Tengah, serta ukiran-ukiran kayu klasik yang tersebar di berbagai sudut ruangan, pintu, dan jendelanya. Selain ukiran kayu, juga terlihat arsitektur gaya Jawa di jendela dan pintu-pintu masjid yang lebar nan besar.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan:
1. Pembangunan Masjid Agung Jawa Tengah tidak lepas dari Masjid Besar Kauman Semarang karena pembangunannya berawal dari kembalinya tanah banda (harta) wakaf milik Masjid Besar Kauman Semarang.
2. Pada tanggal 6 Juni 2001, Gubernur Jawa Tengah membentuk Tim Koordinasi Pembangunan Masjid Agung Jawa Tengah untuk menangani masalah-masalah tentang status tanah, persetujuan pembiayaan dari APBD oleh DPRD Jawa Tengah, serta pemilihan lahan tapak dan program ruang.
3. Masjid Agung Jawa Tengah diresmikan pada tanggal 14 November 2006 oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.
4. Masjid Agung Jawa Tengah memiliki atap berbentuk limas dan kubah besar berdiameter 20 meter ditambah dengan 4 menara yang masing-masing setinggi 62 meter di tiap penjuru atapnya, serta satu menara terpisah dari bangunan Masjid setinggi 99 meter.
5. Masjid Agung Jawa Tengah memiliki bentuk akulturasi yang memadukan gaya bangunan Jawa (atap bersusun dengan bentuk limasan yang menyerupai atap Masjid Agung Demak), gaya bangunan Islam (payung-payung hidrolik yang menyerupai payung-payung hidrolik yang berada di Masjid Nabawi Madinah), dan gaya bangunan Romawi (Gerbang Al-Qanatir yang pilar-pilarnya menyerupai Colosseum di Roma, Italia.
5.2 Saran
Semoga penulisan karya tulis ini bisa menjadi bahan pertimbangan atau tambahan bacaan, dan semoga bermanfaat bagi penulis-penulis selanjutnya. Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis berharap ada pembahasan yang lebih mendalam dan menyempurnakan penulisan tentang akulturasi budaya dalam Masjid Agung Jawa Tengah.
DAFTAR PUSTAKA
INTERNET
SKRIPSI
Apriyanto. 2015. Akulturasi Budaya dalam Arsitektur Masjid Gedhe Mataram Kotagede. Fakultas Adab dan Ilmu Budaya. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Kasih, Fatimah Tanjung. 2012. Laku Nenepi di Makam Panembahan Senopati Kotagede. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Yogyakarta.
Khotimah, Nurul. 2016. Komodifikasi Masjid: Upaya Membangun Brand Equity (Studi Kasus pada Masjid Cheng Hoo Surabaya). Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
.
Kurniawan, Fenny. 2011. Gambaran Strategi Akulturasi pada Mahasiswa Asing di Universitas Sumatera Utara. Fakultas Psikologi. Universitas Sumatera Utara.
Mahalli, Zainal. 2016. Studi Tentang Tradisi Bunceng Umat Konghucu di Tempat Ibadah Tri Dharma Kwan Sing Bio Tuban Jawa Timur. Fakultas Ushuluddin. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.
Susandi, Alvin. 2010. Akulturasi Budaya pada Masjid Agung Palembang. Fakultas Adab. Universitas Islam Negeri Yogyakarta.
Sutriyono, S. 2017. Managemen Mutu Pelayanan Terhadap Santri pada Lembaga Kursus Al-Qur’an Al-Falah Surabaya (Studi Analisa Balance Scorecard). Fakultas Dirasat Islamiyah. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.
Syarifuddin. 2016. Keberadaan Masjid Al-Akbar Surabaya dalam Meningkatkan Kualitas Keagamaan Masyarakat. Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Islam. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.
Triana, Yogi Ade. 2007. Analisis Visual Masjid Baiturrahmah (Dermayu) Desa Dermayu Kecamatan Sindang Kabupaten Indramayu. Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni. Universitas Pendidikan Islam.