kenapa tidak ada yang tahu, apa yang terjadi pada diri wawan?
Siang ini, matahari menunjukkan wujudnya bulat-bulat dan membuat sekujur tubuh wawan basah kuyup oleh keringat. Wawan tertunduk lemah melewati padang pasir yang sepertinya tiada bertepi itu. Langkah kakinya mulai gontai. Jejak-jejak kakinya seperti ladang yang dibajak dengan traktor. Sorot matanya kosong. Bibirnya kering dan mulai memutih. Beberapa saat kemudian, tubuh bongsor itu tumbang. Wajahnya mencium pasir dan nafasnya mulai memburu. Tidak ada tanda-tanda kehidupan disekitar gurun pasir itu. Wawan berharap akan bertemu dengan seseorang yang ingin mencari kayu bakar atau menggembala sapi. Akan tetapi, harapan itu tinggal harapan. Kini dia tak berdaya menghadapi kerasnya gurun. Puluhan ekor burung bangkai terbang tepat diatas tubuh wawan yang mulai terbungkus pasir. Seakan-akan mereka mendapat sinyal akan ada makan malam berlimpah dan cukup untuk mengisi perut puluhan burung itu. Mata Wawan terpejam, nafasnya mulai turun, rintihan yang sejak dari tadi keluar dari mulutnya kini mulai hening.
Sementara itu, Riyanti sedang asyik minum es cendol bersama teman-temannya di warung pak jayus. Hari ini Riyanti tampak sangat gembira. Bukan karena pak Widodo, dosen Psikologinya yang hari ini tidak bisa mengajar, sehingga hari kemerdekaan bisa mereka nikmati, tetapi karena dia berhasil menyingkirkan Wawan. Semua orang tahu, Wawan sangat menyebalkan, apalagi sama Riyanti. Gadis tionghua asli medan ini sering dibuat makan hati oleh wawan. Tanpa ada sebab, tiba-tiba Wawan ingin mencium Riyanti ketika Riyanti main ketempatnya Wawan. Untungnya, Wawan tidak berhasil. Ketika mereka berenang di danau, tiba-tiba Wawan menyeret Riyanti ke tempat yang dalam. Semua orang tahu, bahkan ikan-ikan pun tahu, Riyanti tidak mungkin bermain-main ke alam mereka. Tetapi kali ini? Selain itu, masih banyak kejahatan yang sering dilakukan Wawan kepada Riyanti. Ini menurut pengakuan Riyanti sendiri. Sehabis minum es cendol dan ber haha hihi dengan teman-temannya, Riyanti melaju dengan kencang menuju istana boboknya. Sampai di istananya, cepat-cepat dia jatuhkan tubuhnya keatas tempat tidur berwarna pink yang menjadi kebanggaan dan pelariannya ketika habis dijahati Wawan, lengkap dengan tetes air mata yang membasahi bantal kesayangannya. Akan tetapi, kali ini tidak ada air mata yang jatuh. Tidak ada isak tangis dan tidak ada umpatan serapah untuk Wawan. Hari ini, yang ada hanyalah senyum kepuasan dan ucap syukur yang sedalam-dalamnya kepada tuhan, karena doanya dan pekerjaannya berhasil. Benar, sudah lama Riyanti merancang siasat untuk menyingkirkan Wawan dan hasilnya sempurna. Dia melepas kacamatanya dan menaruhnya diatas meja disamping tempat tidurnya. Tiba-tiba hatinya berdebar. Nafasnya seakan sesak. Pikirannya melayang dan menerawang menembus langit ketujuh. Sesaat kemudian timbul sesal didalam hatinya. Tetapi, apabila dia mengingat semua kejahatan dan keburukan wawan, rasanya tidak ada yang perlu disesali. Lama dia memandang bingkai foto diatas meja itu. Sejenak kemudian, dia raih bingkai itu dan dia lihat dalam-dalam. Air mata mulai menetes membasahi pipi Riyanti. Di dalam bingkai itu, ada foto mereka berdua, Wawan dan Riyanti. Lho…memangnya mereka…? Benar sekali, mereka pernah berpacaran.
Waktu itu, setelah selesai mengadakan kegiatan di daerah krandegan, Wawan dan Riyanti ngobrol santai di depan aula. Malam itu, Wawan mencoba merayu Riyanti. Entah karena khilaf atau kena guna-guna dari Wawan, Riyanti menerima Wawan sebagai pacar. Meskipun sebenarnya Riyanti tidak benar-benar suka dengan wawan, tetapi tidak ada salahnya mencoba, pikir Riyanti waktu itu. Tiga hari kemudian, Riyanti memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan Wawan, akan tetapi, Wawan berhasil menguasai keadaan dan bisa meyakinkan Riyanti bahwa dialah yang pantas menjadi pacar Riyanti. Akhirnya mereka kembali berpacaran. Sebulan kemudian, Riyanti kembali memutuskan hubungan karena dia sadar hubungan mereka tidak benar. Wawan bukan tipe laki-laki ideal bagi Riyanti. Setiap kali pergi makan, Riyanti yang mengeluarkan duit. Pergi kemana pun, Riyanti yang keluar modal. Riyanti selalu membelikan baju, sandal, celana, dan lain-lain supaya tidak malu ketika Wawan bertemu dengan teman-teman Riyanti di kampus. Beda status sosial sangat mengganggu Riyanti, setiap malam dia berpikir dan berencana untuk menyingkirkan Wawan, agar jauh dari kehidupannya. Akhirnya, hari yang ditunggu itu telah tiba dan semua rencana berjalan dengan sempurna. Riyanti tidak merasa menyesal. Selama delapan bulan dia menderita bersama Wawan dan harus menanggung beban ganda, yaitu omelan dari kedua orang tuanya. Kini semua telah berakhir. Penderitaan yang dialami Riyanti selama lebih dari delapan bulan, terbayar sudah. Kini Wawan tidak mungkin bisa menyakiti Riyanti lagi. Kini Wawan telah pergi ke tanah seberang dan Riyanti yakin dia tidak akan pernah kembali lagi.
Hampir semua orang yang berada di dalam kamar itu, tersenyum dan berteriak kegirangan. Sayup-sayup, wawan mendengar teriakan itu. Samar-samar dia melihat beberapa orang berdiri disampingnya dengan senyum ramah dan tampak bersahabat. Salah seorang dari mereka mendekat dan menyodorkan secangkir air kepada Wawan. Beberapa yang lain berusaha membantu menyandarkan tubuh Wawan ke dinding agar Wawan bisa minum. Dengan bibir bergetar, Wawan menghabiskan air di dalam cangkir tersebut. Pikirannya melayang dan berusaha keras mengingat dimana dia sekarang dan apa yang sedang terjadi. Lalu siapa orang-orang ini dan kenapa dia terbaring diatas ranjang bambu ini. Wawan masih merasakan pegal dan perih di sekujur tubuhnya. Satu hal yang dia ingat, Riyanti.
Beberapa bulan kemudian, kesehatan Wawan kembali pulih. Kondisi tubuhnya yang dulu gosong tersengat terik mentari, kini berangsur-angsur pulih dan terlihat lebih putih dari biasanya. Wawan juga mulai akrab dengan orang-orang yang telah menolongnya. Mereka bersikap ramah dan sopan kepada Wawan. Hampir setiap hari Wawan berdikusi dan ngobrol dengan mereka. Selama berjalan di gurun yang mematikan itu, Wawan mendapat banyak hikmah dan pemikiran baru. Wawan tidak segan-segan membagi apa yang telah dia dapat dan dia pahami kepada orang-orang yang telah menolongnya. Wawan coba mengingat apa yang sedang terjadi pada dirinya. Ketika malam hari dan ketika sedang merenung seorang diri, Wawan coba mencari kenapa dia bisa sampai ke gurun kematian itu. Menurut cerita dari Marlan, salah seorang yang telah menolong Wawan, gurun Ashura adalah sebuah gurun yang sangat berat untuk dilalui. Apabila tidak kuat, maka kematian akan datang menjemput. Akan tetapi, bila berhasil lolos, maka akan terlahir menjadi orang yang punya pemikiran, pemahaman, dan semangat baru. Kini Wawan telah ingat apa yang terjadi pada dirinya. Terakhir kali dia berjalan dengan Riyanti di puncak Pratapana ketika Wawan ulang tahun. Riyanti sengaja mengajak Wawan pergi ke puncak Pratapana karena ingin memberi kejutan sebagai hadiah ulang tahun. Tanpa dia sadari, Riyanti mendorong dan menghempaskan tubuh Wawan dari puncak Pratapana dengan keras. Wawan tidak sempat berpikir banyak waktu itu. Tubuhnya terguling dengan kencangnya. Menabrak semua yang ada di depannya. Wawan menabrak semak-semak dan beberapa batang pohon dan menyebabkan wawan tidak sadarkan diri. Begitu bangun, Wawan mendapati dirinya berada di tengah gurun pasir yang dikenal dengan nama gurun Ashura itu. Lalu Wawan berjalan dan mencoba mencari jalan keluar dari gurun tersebut. Akan tetapi, gurun Ashura seakan tiada bertepi. Sejauh mata memandang, yang ada hanya hamparan pasir panas karena terpanggang matahari. Untung ada orang yang menyelamatkan Wawan dari gurun Ashura dan dibawa ke pertapaan Samjiva milik eyang guru Seno, sehingga Wawan terhindar dari kematian. Beberapa bulan berada di pertapaan Samjiva milik eyang guru Seno, Wawan mendapat banyak petuah dan pelajaran berharga tentang kehidupan. Eyang guru Seno selalu membimbing Wawan dan memberi jawaban atas semua permasalahan yang terjadi di dunia ini, termasuk masalah pribadi Wawan. Setelah eyang guru Seno yakin bahwa Wawan sudah sembuh total dari lukanya, termasuk luka hatinya, akhirnya Wawan diijinkan pulang ke rumahnya. Sebelum pulang, eyang guru Seno berpesan agar Wawan lebih arif menghadapi hidup. Semua perbuatan licik dan jahat yang pernah dilakukan Wawan, adalah guru yang paling berharga. Salah satu pesan yang sangat diingat Wawan adalah, apapun yang telah dilakukan Riyanti kepada dirinya, adalah buah karma yang telah matang dan itulah satu-satunya jalan untuk menghapus karma buruk yang telah dilakukan Wawan. Jadi, jangan sekali-kali membenci Riyanti ataupun menyimpan dendam kepadanya. Apabila nanti bertemu dengan Riyanti, Wawan harus mengucapkan terima kasih karena tanpa dia, Wawan tidak akan mampu bertahan di tengah gurun Ashura. Karena Riyanti, api semangat kembali berkobar di dalam dada. Terlepas dari apa yang telah Riyanti lakukan pada Wawan, secara tidak langsung, Riyanti lah yang paling memberi semangat kepada Wawan. Dengan diiringi isak tangis sahabatnya, Wawan melangkah pulang menuju tanah kelahirannya dengan impian baru dan harapan baru.
Sesampainya di rumah, Wawan melihat banyak perubahan yang terjadi di rumahnya. Ada banyak fenomena yang menggiring Wawan untuk berpikir lebih keras. Memaksa Wawan benar-benar merasakan perubahan itu adalah bagian dari perubahan yang ada dalam dirinya dan memaksa Wawan agar menjadi orang yang beda dari Wawan yang dulu. Beberapa teman-teman Wawan menyambut kedatangan Wawan dengan senyum cerah dan tangis bahagia. Sebagian lagi merasa sinis dan berharap Wawan tidak kembali karena akan membawa permasalahan baru yang lebih rumit yang mereka sendiri tidak tahu apa yang rumit itu. Suasana mulai tercipta. Keakraban mulai merasuk dan suara-suara canda tawa teman-teman Wawan selalu menghiasi sudut pojok rumah Wawan. Setiap malam mereka ngobrol, diskusi, sharing, dan entah apalagi namanya. Kadang Wawan bicara halus, kadang bicara kasar, tergantung apa yang sedang mereka diskusikan. Setiap kali berkumpul, Maryanto, salah satu teman Wawan, selalu merasa ketakutan. Siti Miyatun selalu merasa bersalah dengan sikap dan sifatnya sehari-hari selama Wawan pergi. Pelan-pelan, teman-teman Wawan mulai mengakui semua dosa-dosanya. Ada yang bolos sekolah, bolos ekstra kulikuler, pergi tanpa pamit, keluyuran tiap malam, dan masih banyak lagi. Selama Wawan pergi, rumahnya diurus oleh pak Marto dan bu Marto. Teman-teman Wawan yang tinggal serumah dengan Wawan berjumlah enam orang. Mereka sangat tunduk dan patuh kepada Wawan. Apapun yang dikatakan dan diminta Wawan, tak kuasa mereka tolak. Kadang Wawan juga merasa tidak enak, tetapi memang harus begitu keadaannya.
Ketika sedang asyik ngobrol dengan teman-temannya di teras belakang, tiba-tiba Riyanti muncul dihadapan Wawan. Jantung Wawan seakan berhenti berdetak. Matanya memandang dengan tajam dan berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa yang berada di depannya saat ini adalah Riyanti. Sejenak kemudian, Wawan tersadar dan ternyata benar. Tanpa sadar, ingatannya kembali ke masa lalu. Masa ketika Wawan masih bersama-sama dengan Riyanti. Saat itu juga, dendam yang masih tersisa di hatinya kembali membara. Ingin rasanya saat itu Wawan melumat Riyanti. Disaat seperti itu, tiba-tiba muncul bayangan eyang guru Seno di depan Wawan. Secepat kilat, Wawan ingat apa yang menjadi pesan eyang guru seno. Wawan berusaha menguasai keadaan. Wawan berusaha bersikap biasa, seakan-akan tidak pernah terjadi apa-apa diantara mereka. Akhirnya Wawan membuka percakapan. Akan tetapi, setiap kali tatapan mata mereka bertemu, semua kata-kata yang sudah disiapkan Wawan, segera hilang. Wawan kembali bingung. Darahnya bergerak tak beraturan. Wawan tidak kuat terlalu lama berhadapan dengan Riyanti dan memutuskan pergi meninggalkan Riyanti di teras belakang bersama teman-temannya. Bibit-bibit cinta yang masih subur di hati Wawan mulai berteriak meminta Wawan agar berkata “Aku cinta kamu” Saat itu juga, dendam yang ada dihati Wawan tiba-tiba mencair dan mengalir meninggalkan Wawan. Kelihatannya Riyanti tahu ini bukan waktu yang tepat untuk bertemu dan berbicara dengan Wawan. Tanpa banyak basa basi, Riyanti pergi meninggalkan jejak yang masih bisa terlihat oleh Wawan. Jejak masa lalu yang kembali hidup. Ternyata, gurun Ashura mampu menghapus semua kebencian dan mampu merubahnya menjadi cinta tanpa tanda, tanpa bahasa, dan tanpa suara. Wawan hanya bisa berseru di dalam hati dan menyimpan sebuah kata untuk Riyanti “CINTA”
Karangan : Wiwid Kurniawan
Semoga dari cerita ini kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran.