Dalam pementasan sebuah naskah drama dibutuhkan proses kreatif yang disebut dengan dramatisasi cerita drama yang terdiri atas beberapa tahap berikut:
A. Menentukan Gagasan Cerita
Langkah pertama yang dilakukan dalam menentukan gagasan adalah menentukan tema. Tema adalah dasar cerita teater yang akan dibuat. Dalam menentukan tema teater modern disarankan menggunakan tema yang berhubungan dengan keadaan situasi dan kondisi lingkungan sehari-hari yang terjadi pada saat ini (hal yang dianggap sedang hangat terjadi) atau jika pertunjukannya di sekolah bisa mengangkat tema seputar keadaan sekolah.
B. Menyusun Naskah Drama
Menyusun naskah drama dalah membuat uraian berupa teks, percakapan (dialog), tokoh pemain, setting waktu dan tempat. Beberapa langkah berikut ini dapat dijadikan acuan untuk menulis naskah lakon.
1). Menentukan Tema
Tema adalah gagasan dasar cerita atau pesan yang akan disampaikan oleh pengarang kepada penonton. Tema akan menuntun laku cerita dari awal sampai akhir. Misalnya, tema yang dipilih adalah “kebaikan akan mengalahkan kejahatan“maka dalam cerita, hal tersebut harus dimunculkan melalui aksi tokoh-tokohnya sehingga penonton dapat menangkap maksud dari cerita bahwa sehebat apapun kejahatan pasti akan dikalahkan oleh kebaikan.
2). Menentukan Persoalan
Persoalan atau konflik adalah inti dari certia teater. Tidak ada cerita teater tanpa konflik. Oleh karena itu, pangkal persoalan atau titik awal konflik perlu dibuat dan disesuaikan dengan tema yang dikehendaki. Misalnya dengan tema “Kebaikan akan mengalahkan kejahatan“, pangkal persoalan yang dibicarakan adalah sikap licik seseorang yang selalu memfitnah orang lain demi kepentingannya sendiri. Persoalan ini kemudian dikembangkan dalam cerita yang hendak dituliskan.
3). Membuat Sinopsis (Ringkasan Cerita)
Gambaran cerita secara global dari awal sampai akhir hendaknya dituliskan. Sinopsis digunakan sebagai pemandu proses penulisan naskah sehingga alur dan persoalan tidak melebar.
4). Menentukan Kerangka Cerita
Kerangka cerita akan membingkai jalannya cerita dari awal sampai akhir. Kerangka ini membagi jalannya cerita mulai dari pemaparan, konflik, klimaks sampai penyelesaian. Dengan membuat kerangka cerita maka penulis akan memiliki batasan yang jelas sehingga cerita tidak bertele-tele. William Froug misalnya, membuat kerangka cerita (skenario) dengan empat bagian, yaitu pembukaan, bagian awal, tengah, dan akhir. Pada bagian pembukaan memaparkan sketsa singkat tokoh-tokoh cerita.
Bagian awal adalah bagian pengenalan secara lebih rinci masing-masing tokoh dan titik konflik awal muncul. Bagian tengah adalah konflik yang meruncing hingga klimaks. Pada bagian akhir, titik balik cerita dimulai dan konflik yang diselesaikan. Riantimo, sutradara sekaligus penulis naskah Teater Koma, menentukan kerangka lakon dalam tiga bagian, yaitu pembuka yang berisi pengantar cerita atau sebab awal, isi yang berisi pemaparan, konflik hingga klimaks, dan penutup yang merupakan simpulan cerita atau akibat.
5). Menentukan Protagonis
Tokoh Protagonis adalah tokoh yang membawa laku keseluruhan cerita. Dengan menentukan tokoh protagonis secara mendetail, tokoh lainnya mudah ditemukan. Misalnya, dalam persoalan tentang kelicikan, tokoh protagonis dapat diwujudkan sebagai orang yang rajin, semangat dalam bekerja, senang membantu orang lain, berkecukupan, dermawan, serta jujur. Semakin detail sifat atau karakter protagonis, semakin jelas pula karakter tokoh antagonis. Dengan menulis lawan dari sifat protagonis, karakter antagonis dengan sendirinya terbentuk.
6). Menentukan Cara Penyelesaian
Mengakhiri sebuah persoalan yang dimunculkan tidaklah mudah. Dalam beberapa lakon, ada cerita yang diakhiri dengan baik. Namun, ada juga yang diakhiri secara tergesa-gesa, bahkan ada yang bingung mengakhirinya. Akhir cerita yang mengesankan selalu akan dinanti oleh penonton. Oleh karena itu, tentukan akhir cerita dengan baik, logis, dan tidak tergesa-gesa.
7). Menulis
Setelah semua hal disiapkan, proses berikutnya adalah menulis. Mencari dan mengembangkan gagasan memang tidak mudah, tetapi lebih tidak mudah lagi memindahkan gagasan dalam bentuk tulisan. Oleh karena itu, gunakan dan manfaatkan waktu sebaik mungkin untuk menuliskannya.
C. Memainkan Cerita
Setelah naskah disusun, tahap selanjutnya adalah memainkan cerita. Berikut ini adalah beberapa trik untuk mengatur permainan agar lebih rapi dan mudah dilakukan.
1). Tinjau kembali plot cerita. Tuliskan garis besar secara sederhana di tempat strategis sehingga dapat dibaca oleh semua anggota kelompok, misalnya di papan tulis.
2). Aturlah tempat pentas dengan baik. Tempat pentas perlu dirancang dengan sungguh sungguh. Untuk itu, perlu dibuat peta sederhana.
3). Sebelum para pemain memainkan peran dalam suatu adegan, berilah kesempatan bagi mereka untuk berkonsentrasi. Mereka dapat duduk di kursi atau pinggiran pentas. Sementara itu, apabila anggota yang lain masih cemas dan belum percaya diri, biarkanlah mereka menjadi penonton. Anggota lain yang dapat membantu dengan menjadi asisten tata suara atau efek lampu.
4). Jagalah permainan agar tampak wajar dan tidak tergesa-gesa. Nikmatilah permainan peran tersebut. Pemain mungkin harus memerankan tokoh yang harus beristirahat, duduk merenung, atau diam tidak bergerak karena terpesona. Untuk itu, harus ada waktu yang berjalan pelan. Selain itu, seorang pemain diharuskan berdialog mesra dengan lawan mainnya. Agar adegan ini tampak alamiah, rasakan kemesraan tersebut. Jangan sekadar menghafalkan dialog.
5). Rancanglah peran dan karakter tokoh dengan berbagai cara sehingga para pemain mudah mengingatnya. Kostum sederhana dengan tanda-tanda khusus juga dapat membantu.
4). Jagalah permainan agar tampak wajar dan tidak tergesa-gesa. Nikmatilah permainan peran tersebut. Pemain mungkin harus memerankan tokoh yang harus beristirahat, duduk merenung, atau diam tidak bergerak karena terpesona. Untuk itu, harus ada waktu yang berjalan pelan. Selain itu, seorang pemain diharuskan berdialog mesra dengan lawan mainnya. Agar adegan ini tampak alamiah, rasakan kemesraan tersebut. Jangan sekadar menghafalkan dialog.
5). Rancanglah peran dan karakter tokoh dengan berbagai cara sehingga para pemain mudah mengingatnya. Kostum sederhana dengan tanda-tanda khusus juga dapat membantu.
D. Mengevaluasi Permainan
Setelah permainan berakhir, adakan evaluasi dramatisasi. Pada awalnya, tekankan pada unsur positif dari permainan. Amatilah hal hal yang seharusnya dipertahankan dalam permainan berikutnya. Pertanyaan-pertanyaan berikut dapat digunakan untuk melakukan evaluasi.
1). Adakah bagian cerita yang tidak dapat dipahami?
2). Pada bagian manakah cerita dapat sangat dipahami?
3). Pada bagian manakah akting terlihat jelas dan baik?
4). Adakah bagian dari dramatisasi yang sangat menarik, menakjubkan, atau menyedihkan dan menguras emosi?
5). Pada bagian manakah tokoh sangat meyakinkan?
E. Memainkan Ulang
Setelah evaluasi permainan selesai, galilah ide-ide yang dapat mendorong dan mengembangkan permainan. Perubahan dan ide baru dapat dimasukkan dalam permainan ulang. Selanjutnya, seluruh anggota mulai bersama-sama memikirkan langkah-langkah, seperti efek suara, lampu, musik, dan kostum. Perubahan dan tambahan ini akan menumbuhkan proses kreatif kelompok.
F. Melakukan Evaluasi Akhir dan Menyiapkan Pementasan
Pada tahap akhir, ketika pementasan yang sesungguhnya hampir dilaksanakan, sebuah evaluasi dapat dilakukan secara menyeluruh. Para pemain bersama-sama mengevaluasi kelemahan permainan. Pada tahap ini, hubungan baik dan kekompakan antara pemain, tim produksi, dan tim artistik seharusnya sudah terbina sehingga mereka dapat saling terbuka dan membuka diri terhadap masukan orang lain.
Berikut ini adalah rambu-rambu evaluasi tahap akhir. Jika rambu-rambu ini telah terpenuhi, dramatisasi cerita dianggap berhasil.
1). Apakah semua pemain telah memahami jalan cerita hingga detail yang terkecil?
2). Apakah pemain dapat menyelami karakter tokoh yang harus diperankan? Apakah pemain telah mampu menangkap karakter dasar tokoh tersebut?
3). Apakah pemain dapat mengucapkan dialog tokoh dengan lancar dan dengan vokal yang baik? Apakah dialog tersebut dapat ditangkap maknanya oleh mereka yang jadi penonton?
4). Apakah pemain dapat menggerakkan tubuh dan mengolah ekspresinya sesuai dengan tuntutan peran?
5). Apakah para pemain dapat telah bergerak (melakukan blocking) sesuai dengan rancangan dalam peta pentas? Apakah telah terdapat harmonisasi pemanfaatan ruang ruang pentas?
6). Apakah properti, musik, lampu, dan kostum telah disiapkan dengan baik? Diharapkan pada tiga latihan terakhir sebelum pementasan, pemain telah melakukan latihan dengan kelengkapan artistik ini.
7). Apakah dekorasi dan tata rias telah dirancang dengan baik? Sehari sebelum pementasan, para pemain diharapkan telah melakukan gladi resik berdasarkan rambu-rambu tersebut. Gladi resik sebaiknya dilakukan di hadapan kelompok kecil penonton. Dengan demikian, pemain akan terbiasa dengan reaksi penonton.
Sumber: LKS